Beranda Celebrity News Kumandang Indonesia Raya di “Atap Beriun” – Nasionalisme ala Para Petualang

Kumandang Indonesia Raya di “Atap Beriun” – Nasionalisme ala Para Petualang

1,589 views
0

Suasana Pengibaran Merah Putih dalam momen peringatan HUT ke-75 RI di Puncak Gunung Beriun. Foto: Irfan Pro Kutim

KARANGAN – Peringatan HUT Kemerdekaan Republik Indonesia (RI) ke-75 tahun ini terasa sangat berbeda. Riuh tumpah semangat di setiap tahunnya harus diredam sejenak karena adanya pandemi COVID-19 agar saling menjaga satu sama lain, tetapi tentu semangat bangsa Indonesia tak pernah berhenti berkobar dalam kondisi apapun.

Tahun ini, di semua titik di Indonesia, tak terkecuali kegiatan Pengibaran Merah Putih dan Pendakian Gunung Beriun “Merdeka dalam Jiwa” di Desa Karangan Dalam, Kecamatan Karangan, Kutai Timur (Kutim) yang digagas Komunitas Pecinta Alam (KPA) Sangatta Backpacker turut menjadi saksi bahwa Warga Negara Indonesia (WNI) senantiasa menghargai jasa para pahlawan yang berjuang mendirikan bangsa ini. Suasana terasa penuh haru, di mana sejenak aktivitas padat dihentikan, guna mengirimkan doa dan menyampaikan pesan bahwa kita, bangsa Indonesia tak gentar dan selalu sedia untuk nusantara. Sekarang, kita menyatukan keberagaman melalui kolaborasi untuk mengenalkan jati diri. Indonesia Maju, karena kita selalu berjuang untuk itu.

Setelah bermalam di pos terakhir yaitu camp 77 di ketinggian sekitar 800 meter di atas permukaan laut (mdpl), Ketua Panitia Pengibaran dan Pendakian Gunung Beriun Wahyudin langsung mengarahkan seluruh peserta bersiap menuju summit (puncak) Gunung Beriun di ketinggian 1.261 mdpl.

“Kita akan mengibarkan bendera merah putih 7 x 2 meter di atap tertinggi Beriun. Saya minta seluruh peserta tetap menggunakan masker, membawa hand sanitizer, dan jaga jarak. Jangan sampai bergerombol tetap patuhi standar protokol kesehatan,” bebernya.

Wahyudin didampingi guide lokal berpengalaman dari Desa Karangan Dalam Sumardi terus mengingatkan kepada seluruh peserta pendakian yang terdiri dari mahasiswa pecinta alam (mapala) dari Samarinda, penggemar minat khusus trekking dari Sangatta, Balikpapan, Bontang, Kutai Kartanegara (Kukar), dan beberapa jurnalis lokal tetap fokus pasalnya medan yang akan dilalui menuju puncak Gunung Beriun sepanjang 4 kilometer sangat berat dan terjal.

“Jangan sampai hilang konsentrasi, tetap membawa air minum dan vitamin untuk menambah stamina stabil. Ada beberapa track cukup licin dan area jurang di kiri dan kanan cukup dalam. Saya harap kita tetap semangat dan saling peduli sesama pendaki, ketika nanti ada hambatan semua saling merangkul,” jelasnya.

Akhirnya perjalanan summit dari pos terakhir yaitu camp 77 dimulai tepat pukul 07.00 Wita, Senin (17/8/2020) jelang detik-detik Proklamasi HUT Kemerdekaan RI. Pemandangan menuju puncak, dilalui dengan rimbunnya hutan beriun. Hampir tidak ada angin masuk sehingga pendakian cukup menguras tenaga dan keringat, hanya sinar mentari yang masuk dari celah-celah dedaunan. Ketika berjalan masih banyak ditemui kekayaan keanekaragaman hayati flora seperti tanaman jamur, kantung semar, dan anggrek hitam. Tak mau kalah, terdengar sayup-sayup kicauan burung enggang dan riak panggilan orangutan dari jajaran fauna.

Dalam misi pengibaran sekaligus pendakian ini, tim turut dikawal bersama Ketua LSM Pemuda Karangan Peduli Bumi (PKPB) Saipul Anwar. Pria yang sudah naik turun Gunung Beriun sejak 2016 saat membuka jalur pendakian dalam kegiatan ekspedisi Black Borneo berkolaborasi dengan brand outdoor lokal yaitu EIGER. Saat berjalan menuju puncak, Saipul banyak bercerita singkat tentang beriun yang diambil dari bahasa Suku Dayak Basap. Beriun itu artinya pegunungan ditambah dengan raya yang menjelaskan tentang besar. Jika digabung menjadi Beriun Raya adalah pegunungan besar di bentangan kawasan Sangkulirang Mangkalihat.

“Gunung ini memang pendek, tetapi jangan dilihat dari ketinggiannya yang hanya 1.261 mdpl. Beriun berbeda dengan gunung lainnya yang punya ketinggian hampir 3.000 an mdpl. Kontur jalur pendakian sepanjang 461 an meter menuju puncak sangat menanjak melewati punggungan panjang. Jika nanti sampai di puncak, saya harap tetap berhati-hati pasalnya area puncak cukup riskan longsor karena didominasi tanah gambut, tetap safety,” urai Syaipul kepada peserta pendakian.

Sebelum menjejaki di atap beriun, mata para pendaki akan dimanjakan dengan bongkahan batu karst raksasa yang berdiri tegak di sepanjang jalur pendakian. Batu karst ini sebagian besar dilumuri dengan lumut jika dari kejauhan akan terlihat seperti goa lumut. Tidak hanya itu banyaknya patahan pohon yang sudah lapuk (busuk) cukup menyulitkan para pendaki karena menutup akses jalur. Ketika melintas, sisa tenaga terakhir pun dikerahkan mengangkat kaki.

Tepat pukul 11.15 Wita, seluruh rombongan pendaki tiba di atap Gunung Beriun setelah menempuh waktu 4 jam perjalanan. Detik-detik Proklamasi serentak secara nasional bersamaan dengan pengibaran sang saka merah putih di Istana Negara pukul 10.15 Wib dipaskan dengan kegiatan Pengibaran Merah Putih dan Pendakian Gunung Beriun “Merdeka dalam Jiwa”. Wahyudin pun langsung memimpin jalannya upacara. Seluruh peserta pun dalam posisi melingkar mengelilingi bendera merah putih. Puncak beriun yang tidak luas hanya berukuran berkisar 10 x 10 meter cukup menyulitkan jalannya kegiatan. Lagu Indonesia raya pun berkumandang di ketinggian disaksikan pengunungan karst kulat dan jajaran karst di Danau Tebo yang berbatasan dengan wilayah Berau.

Eko dari Ikatan Pecinta Alam Widya Gama Mahakam (IPAWAGAMA) Samarinda cukup antusias dalam kegiatan ini di tengah pandemi Covid-19 masih melanda Indonesia. Untuk pertama kalinya ia mendaki Gunung Beriun yang ada di Kutim. Ia pun sangat terkejut Kaltim punya gunung dengan keunikan dan mempunyai ciri khas tersendiri. Selain air Sungai Marak yang berwana merah dari akar pepohonan yang begitu karismatik dan bisa diminum langsung, tumbuhan pakis yang hampir ada di beriun, hingga ketika ia menikmati secara langsung air pohon bajaka yang bisa berkhasiat menyembuhkan berbagai macam penyakit. Di Puncak Gunung Beriun Raya pun ia mengungkapkan pesan singkat namun sarat makna tentang kemerdekaan itu sendiri. Di tengah keterbatasan ini, Pengibaran Merah Putih dan Pendakian Gunung Beriun “Merdeka dalam Jiwa” tetap berjalan khidmat. Semua menjadi satu antara pendaki yang lain menjadi keluarga baru, susah senang berjuang bersama-sama di kegiatan alam bebas.

“Kemerdekaan adalah kerja keras yang tak kenal lelah, kemerdekaan juga keahlian yang terus terasah. Kemudian, kemerdekaan sebagai sikap sukarela menolong sesama. Terakhir, kemerdekaan sikap yang mampu memimpin diri sendiri serta membawa perubahan ke arah yang lebih baik. Pada momentum perayaan HUT ke-75 RI, saya mengajak masyarakat untuk sama-sama berjuang di tengah pandemi,” tutupnya.(hms13)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini