Bupati Ardiansyah Sulaiman saat membuka dan menghadiri Rapat Koordinasi Sengketa dan Konflik Pertanahan di Wilayah Kutai Timur (Kutim) yang diselenggarakan oleh Bagian Tata Pemerintahan Sekretariat Kabupaten Kutim. Foto: Vian Pro Kutim
SAMARINDA- Sengketa maupun konflik pertanahan harus ditangani secara holistik dan paripurna. Hal itu dilakukan karena persoalan sengketa dan konflik pertanahan melibatkan banyak aspek. Demikian ditegaskan Bupati Ardiansyah Sulaiman saat menghadiri Rapat Koordinasi Sengketa dan Konflik Pertanahan di Wilayah Kutai Timur (Kutim) yang diselenggarakan oleh Bagian Tata Pemerintahan Sekretariat Kabupaten Kutim pada Selasa (9/4/2023) di Samarinda.
“Persoalan lahan baik antara masyarakat dengan masyarakat, maupun masyarakat dengan perusahaan atau dengan pemerintah daerah perlu penanganan khusus, karena terkait banyak hal. Untuk itu diperlukan cara yang holistik dan paripurna agar permasalahan ini bisa cepat selesai,” tegas Ardiansyah.

Ardiansyah menjelaskan bahwa sejak 2014, Pemkab Kutim telah melaksanakan nota kesepahaman dengan salah satu lembaga pendidikan yang kredibel di Yogyakarta. Dalam menghasilkan sumber daya manusia yang handal untuk penanganan sengketa dan konflik pertanahan.
“Mulai 2014, Pemkab Kutim sudah mengirim putra putri terbaik dari tiap kecamatan untuk mengikuti pendidikan di Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional (STPN) Yogyakarta. Dari 20 yang mengikuti, sudah 16 yang lulus. Tapi ini belum cukup memadai,” jelasnya.

Selain itu, setiap Camat yang bukan pamong harus mendapat bekal pendidikan kepamongan sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 30 Tahun 2009 tentang Pelaksanaan Pendidikan Teknis Pemerintahan Bagi Calon Camat. Hal itu dimaksudkan agar Camat memiliki bekal dalam melaksanakan roda pemerintahan di kecamatan. Termasuk sengketa dan konflik lahan, ” tambah Ardiansyah.
Sementara itu, Kepala Bagian Tata Pemerintahan Setkab Kutim, Trisno menyatakan bahwa Tujuan rapat koordinasi ini adalah sinkronisasi penanganan sengketa dan konflik pertanahan. Agar ke depan bisa berjalan dengan baik dan lancar.
“Hari ini, kita panitia telah menghadirkan OPD yang menangani pertanahan. Baik yang berasal dari Dinas Perkebunan, Dinas Pertanahan, BPN, Camat, Kepala Desa dan Lurah. Penanganan konflik lahan biasa secara parsial, artinya sendiri-sendiri, desa kadang berjalan sendiri, kecamatan pun demikian, tidak terintegrasi. Ini yang perlu disempurnakan,” jelas Trisno.
Pemkab Kutim juga telah membentuk tim koordinasi penanganan sengketa dan konflik pertanahan. Terdiri dari beberapa unsur, termasuk instansi vertikal yang akan dibekali dengan Peraturan Bupati Kutim sebagai payung hukum dalam melaksanakan kegiatan.
“Harapannya ada rencana aksi dari kegiatan ini. Sehingga masyarakat punya kepastian, siapa yang menangani dan berapa lama prosesnya, ” harapnya di hadapan 192 Peserta yang hadir. (kopi4/kopi3)