SANGATTA – Balai Taman Nasional Kutai (TNK) kembali menggelar acara akbar tahunan, Kutai Wana Rally (KWR) ke-14, yang mengajak masyarakat dari berbagai lapisan untuk berolahraga sambil menjelajahi keindahan alam Sangkima Jungle Park di TNK, Sabtu (20/7/2024). Dengan menempuh perjalanan sepanjang 7,2 kilometer, KWR ke-14 ini diikuti oleh 188 tim, yang masing-masing terdiri dari 4 orang, sehingga total peserta mencapai 752 orang. Belum termasuk petugas dari Badan SAR, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPD) Kutai Timur, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kaltim, dan para pemerhati lingkungan.
Camat Sangatta Selatan Abbas, yang hadir mewakili Bupati Kutai Timur (Kutim), menyampaikan apresiasi kepada Balai TNK dan seluruh mitra kerja yang telah mendukung terselenggaranya kegiatan ini.
“Konservasi alam memberikan manfaat besar terhadap kelestarian habitat hutan. Tidak hanya itu, melalui konservasi kita juga dapat melestarikan fauna langka yang kian hari kian terancam oleh perburuan liar,” ujar Abbas.

Selain itu, Abbas menekankan pentingnya menjaga lingkungan yang layak huni. Sumber daya alam merupakan penopang kehidupan manusia dan makhluk hidup di bumi, terutama sebagai penyedia pangan, air, dan energi.
Kepala Balai TNK Syaiful Bahri, menjelaskan bahwa TNK telah ditetapkan sebagai kawasan hutan jauh sebelum Indonesia merdeka, yakni sejak zaman penjajahan Belanda pada tahun 1932.
“Awalnya kawasan ini dikenal sebagai hutan persediaan, kemudian pada tahun 1936 berubah menjadi Suaka Margasatwa, dan akhirnya pada tahun 1991 resmi menjadi Taman Nasional Kutai,” jelas Syaiful.
Visi Balai TNK adalah mewujudkan kelestarian sumber daya hayati dan hutan hujan dataran rendah bagi kesejahteraan masyarakat sekitar TNK. Berbagai program telah dijalankan dalam pengelolaan TNK, termasuk pengembangan wisata alam, penelitian, konservasi, dan kampanye.
“KWR ini merupakan bagian dari kampanye kami. Harapan kami adalah masyarakat memiliki kesadaran kolektif untuk menjaga dan melestarikan hutan,” tambahnya.
TNK dikenal sebagai habitat asli orangutan dan beberapa satwa endemik Kalimantan, dan merupakan satu-satunya kawasan konservasi semacam itu di Kalimantan Timur. KWR ke-14 kali ini mengusung tema “Healing Forest, Harmonisasi Alam dan Manusia,” yang sejalan dengan program tahunan “run series” dari Direktorat Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kawasan Lingkungan Kementerian Kehutanan RI. Kegiatan ini diharapkan dapat menjadi alternatif wisata atraksi alam dengan tujuan utama pelestarian lingkungan.
“Acara serupa juga digelar di Hutan Halimun, Jawa Barat, Baluran di Jawa Timur, serta di Bali dan Kalimantan Tengah,” jelas Syaiful.


Selain aspek konservasi, KWR juga memberikan kontribusi positif terhadap pendapatan daerah. Hingga semester II tahun 2024, pendapatan yang diperoleh dari sektor wisata alam mencapai Rp 280 juta dari target Rp 330 juta. Jika dikelola secara profesional, pendapatan ini menurutnya bisa naik signifikan. Sinergi antara pemerintah daerah, Balai TNK dan pihak swasta sangat penting untuk melestarikan alam sekaligus menambah pundi-pundi daerah,” tutupnya. (kopi4/kopi3)