BANYUMAS – Ketika sebagian besar daerah di Indonesia masih berkutat dengan persoalan klasik sampah, Kabupaten Banyumas justru berhasil mengubah limbah menjadi berkah. Keberhasilan inilah yang mendorong Pemerintah Kabupaten Kutai Timur (Pemkab Kutim) menengok langsung ke Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu Berbasis Lingkungan dan Edukasi (TPST-BLE) di Purwokerto, Selasa (15/4/2025).
Dipimpin langsung oleh Wakil Bupati Kutim Mahyunadi, kunjungan kerja ini tidak sekadar melihat fasilitas pengolahan sampah modern, tetapi juga untuk menyerap semangat dan pola pikir baru dalam menghadapi salah satu tantangan lingkungan terbesar dewasa ini.
“Urus sampah itu soal mindset. Pola pikir dan pandangan tentang sampah harus diubah dulu. Harus serius, jangan coba-coba. Langsung lihat bagaimana mengelola sampah agar bisa bermanfaat,” ujar Mahyunadi dalam pernyataan tegasnya di hadapan tim Dinas Lingkungan Hidup dan pengelola TPST-BLE.


Banyumas bukan hanya mengelola sampah, tetapi berhasil menyulapnya menjadi sumber energi, ekonomi, dan edukasi. Setiap harinya, sekitar 15 ton sampah diolah melalui metode terpadu. Sampah organik diproses menjadi pakan maggot, larva dari lalat tentara hitam (Black Soldier Fly) yang bernilai tinggi sebagai pakan ternak dan ikan.
Sementara itu, sampah non-organik seperti plastik dijadikan RDF (Refuse Derived Fuel), bahan bakar alternatif yang bisa digunakan di industri semen, menggantikan batu bara. Tak hanya itu, Banyumas juga memproduksi BBJP (Bahan Bakar Jumputan Padat), sebuah bentuk energi alternatif yang berasal dari limbah kering dan dapat dimanfaatkan secara luas.
“Ini adalah bentuk nyata dari ekonomi sirkular. Sampah bukan lagi beban, melainkan sumber daya yang bisa menghasilkan uang. Kita harus mulai mengubah cara pandang dan mengedukasi masyarakat untuk ikut terlibat,” kata Mahyunadi.

Bagi Kutim, langkah ini adalah awal dari transformasi besar. Mahyunadi menekankan bahwa persoalan sampah tidak bisa ditangani hanya dari sisi teknis, tetapi harus ada komitmen lintas sektor, terutama partisipasi masyarakat yang aktif.
Kunjungan ini tidak hanya didampingi oleh Pelaksana Tugas Kepala Dinas Lingkungan Hidup (Kadis LH) Dewi Dohi, tetapi juga diikuti tim teknis yang nantinya akan bertugas menyusun rencana aksi berbasis temuan di lapangan.
“Banyumas telah membuktikan bahwa dengan inovasi dan komitmen kuat, sampah bisa menjadi berkah, bukan musibah,” ujar Mahyunadi dengan nada optimistis.
Di Kutim sendiri, volume sampah terus meningkat seiring pertumbuhan penduduk. Keterbatasan lahan untuk Tempat Pembuangan Akhir (TPA), rendahnya tingkat daur ulang, dan minimnya kesadaran masyarakat dalam memilah sampah menjadi pekerjaan rumah besar.
Berkaca dari Banyumas, Mahyunadi berharap Kutim bisa segera membangun sistem serupa – berbasis teknologi, melibatkan masyarakat, dan berdampak ekonomi. Ia juga menilai pentingnya sinergi dengan dunia usaha dan pendidikan dalam menciptakan ekosistem pengelolaan sampah yang berkelanjutan.

“Kita harus mulai dari sekarang. Jangan tunggu darurat. Jangan setengah-setengah. Jangan coba-coba. Ini soal masa depan lingkungan dan generasi berikutnya,” tutupnya. (kopi4/kopi3)