Momen kunjungan kerja Pemkab Kutim ke Pemkab Sidrap. Foto: Irfan/Pro Kutim
SIDENRENG RAPPANG — Langit Sidenreng Rappang atau lebih dikenal dengan singkatan Sidrap, Sulawesi Selatan, memayungi sebuah momen bersejarah, Senin (28/4/2025). Rombongan Pemerintah Kabupaten Kutai Timur (Pemkab Kutim) yang dipimpin Wakil Bupati Mahyunadi, menjejakkan kaki di tanah yang harum dengan keberhasilan swasembada pangan. Mereka datang bukan sekadar bertamu, melainkan menimba ilmu. Membawa harap besar untuk memperkuat ketahanan pangan di daerahnya.
Didampingi Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan (DTPHP) Dyah Ratnaningrum, Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Joni Abdi Setia, serta sejumlah pejabat teknis, Mahyunadi langsung mengungkapkan ketakjubannya pada capaian Sidrap.

“Kami memiliki potensi lahan sawit dan tambang yang luas di Kutai Timur, tapi lahan mineral untuk pertanian masih sangat terbatas. Karena itu, kami ingin belajar dari Sidrap, melihat langsung praktik terbaik yang bisa kami adopsi,” ujar Mahyunadi penuh semangat.
Kedatangan rombongan Kutim disambut hangat oleh Bupati Sidrap, Syaharuddin Alrif. Dalam pertemuan itu, Syaharuddin membagikan kisah panjang perjuangan Sidrap mengubah lahan-lahan biasa menjadi lumbung pangan andalan Sulawesi Selatan dan kini, salah satu penopang program swasembada nasional yang digagas Presiden RI Prabowo Subianto.
“Harga beras kami sudah mencapai Rp6.500 per kilogram, naik dari Rp5.000 saat masih mengikuti standar nasional. Ini menunjukkan kualitas dan nilai tambah produksi petani kita meningkat,” papar Syaharuddin.

Setiap desa di Sidrap, jelasnya, diarahkan untuk mengembangkan kawasan perkebunan dan hortikultura. Keberlimpahan hasil pertanian menjadi pasokan utama bagi industri pengolahan pangan modern. Skema ini tidak hanya meningkatkan produktivitas, tetapi juga menjaga kesinambungan suplai sepanjang tahun.
Lebih jauh, Sidrap mematok target ambisius, yakni produksi satu juta ton gabah setiap tahun. Untuk mencapai itu, pemerintah daerah menerapkan program tanam Indeks Pertanaman (IP) 300. Artinya petani menanam dan panen tiga kali setahun.
“Hasil program IP 300 sudah nyata. Pada panen Maret lalu, Bulog bersama mitra pabrik penggilingan padi telah menyerap sekitar 30 ribu ton gabah dari Sidrap,” terang Syaharuddin.
Sidrap kini mengoperasikan sekitar 380 pabrik penggilingan padi. Sebagian besar telah menggunakan teknologi canggih, dengan beberapa unit mampu menyerap hingga 300 ribu ton gabah per hari. Transformasi industri ini menjadikan Sidrap bukan sekadar penghasil beras, melainkan pusat inovasi pertanian modern.

Melihat langsung capaian ini, Mahyunadi mengakui banyak hal yang bisa diadopsi. Ia menilai, kunci keberhasilan Sidrap terletak pada keberanian berinovasi, konsistensi dalam membangun ekosistem pertanian modern. Serta sinergi erat antara petani, pemerintah, dan pelaku industri.
“Kami optimistis dengan kerja keras, inovasi, dan kolaborasi lintas sektor, Kutai Timur juga bisa menjadi lumbung pangan baru di masa depan,” ungkap Mahyunadi.
Menurutnya, langkah awal adalah memperkuat kebijakan alih fungsi lahan non-produktif menjadi lahan pertanian produktif. Selain itu, Kutim akan mendorong pembangunan infrastruktur irigasi, fasilitas pascapanen, hingga membuka akses kemitraan dengan sektor swasta dalam pengolahan hasil tani.
“Ini bukan hanya soal beras. Ini tentang membangun kemandirian pangan, menumbuhkan industri lokal, dan memperkuat ekonomi kerakyatan,” tegasnya.

Kunjungan kerja ini diharapkan tidak berhenti sebatas serap ilmu. Pemkab Kutim dan Sidrap sepakat menjajaki kerja sama jangka panjang. Termasuk pertukaran tenaga ahli, studi komparatif teknis, hingga investasi pengembangan teknologi pertanian.
Kepala DTPHP Kutim Dyah Ratnaningrum menyatakan pihaknya tengah merancang program percontohan berbasis hasil studi Sidrap. Targetnya, dalam dua tahun ke depan, Kutim sudah memiliki setidaknya tiga kawasan sentra produksi hortikultura dan pangan berbasis industri.
“Kalau Sidrap bisa menggerakkan satu juta ton gabah per tahun dari sektor rakyat, kami percaya Kutai Timur pun bisa mencapai hal yang sama, meski dengan karakteristik wilayah berbeda,” kata Dyah optimistis.
Momentum kunjungan ini seolah menjadi simbol sebuah pergeseran. Kutim yang selama ini mengandalkan tambang dan perkebunan, kini tengah mempersiapkan diri menapak jalan baru. Menjadi kekuatan baru di bidang pertanian nasional. Sebagaimana kata-kata bijak, belajar kepada yang lebih ahli bukanlah tanda kekurangan, melainkan langkah berani untuk menjemput masa depan. (kopi13/kopi3)