Beranda Kutai Timur Pemkab Kutim Tantang PT PAMA Hadir dalam Dialog, Bakal ke Jakarta Jika...

Pemkab Kutim Tantang PT PAMA Hadir dalam Dialog, Bakal ke Jakarta Jika Perusahaan Abai

14,967 views
0

Foto: Alvian Pro Kutim

SANGATTA – Ketegangan hubungan industrial di sektor pertambangan kembali mencuat ke permukaan. Pemerintah Kabupaten Kutai Timur (Pemkab Kutim) menyatakan sikap tegas terhadap PT Pamapersada Nusantara (PT PAMA) kontraktor tambang di bawah naungan PT Kaltim Prima Coal (KPC) Sangatta, yang menerapkan pola kerja tiga shift selama 20 hari berturut-turut tanpa istirahat.

Wakil Bupati Kutim Mahyunadi, mengumumkan akan mengirimkan surat resmi kepada manajemen pusat PT PAMA di Jakarta. Surat tersebut merupakan undangan untuk menghadiri rapat koordinasi yang dijadwalkan pada Rabu,14 Mei 2025 nanti, membahas secara terbuka konflik yang telah berlarut dan belum menemui titik temu.

“Sangat disayangkan audiensi ini tidak satu pun dihadiri oleh manajemen PT PAMA (site) KPC Sangatta. Pemerintah itu wakil negara, kalau ada yang merasa besar, jangan lupa bahwa negara ini lebih besar. Negara tidak akan diam jika rakyatnya diperlakukan tidak adil,” tegas Mahyunadi dalam audiensi terbuka bersama serikat pekerja di Ruang Ulin, Kantor Bupati Kutim, Rabu (7/5/2025).

Ia mengingatkan bahwa pemerintah bukan sekadar penonton di tengah konflik buruh dan korporasi. Bila undangan resmi ini tak diindahkan, Mahyunadi berjanji akan terbang ke Jakarta bersama Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kutim Roma Malau, serta sejumlah perwakilan serikat pekerja untuk bertemu langsung manajemen pusat PT PAMA.

“Kalau mereka tak hadir dan terus menghindar, saya akan perjuangkan sampai ke Jakarta. Sampai ke Presiden pun akan kami temui. Ini bukan soal menang atau kalah, tapi soal kepastian hukum dan hak buruh,” katanya, disambut tepuk tangan para perwakilan pekerja.

Pola kerja tiga shift yang diberlakukan PT PAMA UKS KPC Sangatta telah memicu gejolak serius di kalangan pekerja. Enam kali mediasi telah dilakukan sejak awal tahun 2025, namun seluruhnya menemui jalan buntu. Disnakertrans Kutim menilai bahwa pola kerja yang baru melanggar sejumlah regulasi nasional.

“Pekerja dipaksa bekerja 20 hari tanpa libur dalam siklus tiga shift. Ini menabrak Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Ketenagakerjaan, juga bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 77 dan 79 tentang jam kerja dan hak cuti. Tak hanya itu, Keputusan Menakertrans Nomor 234/MEN/2003 juga jelas menyebut pentingnya waktu istirahat dalam sistem kerja bergilir,” ungkap Kadisnakertrans Kutim Roma Malau.

Ia menambahkan, sistem tersebut bukan hanya melanggar hukum, tapi juga berpotensi membahayakan kesehatan mental dan fisik pekerja, mengingat fatigue (kelelahan kerja) merupakan salah satu penyebab utama kecelakaan kerja di sektor tambang.

Diketahui, pihak PT PAMA KPC Sangatta berdalih bahwa perubahan sistem kerja diberlakukan karena beberapa faktor internal. Pertama, perusahaan ingin mengurangi potensi kecelakaan akibat kelelahan. Kedua, ada kelebihan jumlah operator di lapangan. Ketiga, perubahan pola kerja dilakukan untuk menyesuaikan dengan penurunan target produksi dari KPC sebagai induk proyek.

Namun, penjelasan tersebut tak cukup untuk meredam keresahan para pekerja dan kegusaran pemerintah daerah. Mahyunadi menilai absennya manajemen PAMA dalam audiensi publik merupakan bentuk pengabaian terhadap nilai-nilai transparansi dan partisipasi sosial.

Bagi Pemkab Kutim, mediasi ini bukan sekadar urusan lokal, melainkan refleksi dari keberpihakan negara terhadap rakyatnya. Mahyunadi menyebut peran pemerintah sebagai “panglima keadilan” yang tak boleh tunduk pada kepentingan korporasi.

“Kami bukan boneka. Kalau pengusaha merasa bisa bermain di balik hukum, salah besar. Pemerintah daerah adalah bagian dari negara yang harus berdiri tegak untuk rakyatnya. Ini akan jadi catatan nasional jika terus berlanjut,” tegas Mahyunadi.

Dalam waktu dekat, surat resmi yang memanggil manajemen pusat PT PAMA untuk hadir akan dikirim. Jika kembali tak direspons, maka langkah ke Jakarta akan ditempuh. Bagi serikat pekerja, upaya Pemkab Kutim menjadi cahaya di tengah kegamangan mereka menghadapi perubahan sistem kerja yang menekan.

Konflik ini memperlihatkan pentingnya etika korporasi di tengah iklim investasi dan eksploitasi sumber daya alam yang masif di Kalimantan Timur. Pemerintah pusat pun dituntut untuk tidak tinggal diam, karena yang dipertaruhkan bukan hanya kenyamanan pekerja tambang, tapi juga wibawa negara. (kopi4/kopi3)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini