SANGATTA — Gedung SMKN 2 Sangatta Utara terasa lebih hidup dari biasanya. Rabu (14/5/2025) pagi itu, aula utama Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) 2 di wilayah utara Kutai Timur dipenuhi wajah-wajah muda yang bersinar. Namun bukan karena lampu sorot atau gemerlap penghargaan, melainkan karena semangat dan harapan baru. Beasiswa Program Indonesia Pintar (PIP) Aspirasi dari legislator Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian, yang secara simbolis diserahkan oleh Wakil Bupati Kutim Mahyunadi.
Mahyunadi, yang akrab disapa Unat, datang bukan sekadar membawa berkas dan simbolisasi program pusat. Ia membawa narasi besar tentang pentingnya pendidikan sebagai fondasi masa depan bangsa. Dalam pidatonya, ia melontarkan analogi yang sederhana namun menggetarkan. Setiap anak adalah biji emas, tersembunyi dalam kerasnya kehidupan. Dan pendidikan adalah tungku pembentuk karakter yang membakar, memurnikan, lalu menyalakan sinar mereka.

“Pendidikan adalah seperti tungku peleburan. Ia bukan jalan yang landai dan nyaman. Tapi justru dari tekanan dan panas itulah karakter ditempa, pikiran diasah, dan hati dibentuk,” ucapnya, dengan suara lantang yang menggema di antara dinding aula.
Mahyunadi menyadari bahwa kilau masa depan tidak hadir secara instan. Indonesia, menurutnya, tidak bisa berharap memiliki generasi emas pada 2045 tanpa memaknai proses panjang pendidikan yang kompleks. Ia menolak gagasan pendidikan sebagai alat semata untuk kecerdasan intelektual. Hal yang dibutuhkan, kata dia, adalah kecerdasan emosional, moral, dan spiritual.
“Pendidikan bukan hanya mencerdaskan otak, tapi juga menumbuhkan hati dan karakter yang berbudi luhur,” tegas Mahyunadi.

Penegasan ini bukan hanya retorika. Di depan siswa-siswi dari SMKN 2 Sangatta Utara, SMK Muhammadiyah Sangatta Utara, dan SMK Nurul Hikmah, Mahyunadi membeberkan komitmen kuat pemerintah daerah untuk terus memperluas akses pendidikan berkualitas. Beasiswa PIP, menurutnya, adalah satu pintu, tetapi bukan satu-satunya.
Ia ingin semua program beasiswa dari pusat hingga daerah bersinergi. Dari PIP di bawah Komisi X DPR RI yang digagas Hetifah Sjaifudian, hingga beasiswa Kutim Tuntas dari Pemkab Kutim dan Gratis Pol dariPemprov Kalimantan Timur.

“Jangan ada lagi anak-anak di Kutim yang berhenti sekolah hanya karena kendala biaya. Kalau mereka layak, maka seleksi harus adil, tidak boleh ada titipan. Dan saya pastikan, hal seperti itu tidak akan terjadi,” ujarnya.
Pendidikan memang tidak bisa dipisahkan dari harapan. Namun harapan saja tidak cukup. Ia harus dibakar dengan komitmen, dikawal dengan kebijakan, dan diperkuat dengan sinergi. Mahyunadi menutup pidatonya dengan harapan, tapi juga tanggung jawab, agar semua pihak tidak membiarkan tungku pendidikan ini padam di tengah jalan.

“Kita tidak sedang mencetak manusia pintar semata. Kita sedang menempa karakter bangsa. Dan itu dimulai dari ruang kelas, dari semangat guru, dari kehadiran orang tua, dari kebijakan yang adil, dan dari anak-anak yang terus belajar meski penuh tantangan,” katanya.
Kehadiran Mahyunadi di tengah-tengah siswa bukan sekadar simbol. Ia juga mendengar dan melihat langsung bagaimana beasiswa PIP memberi dampak nyata. Data yang disampaikan Irwan Isdiono, Ketua Program Beasiswa PIP di Kutim, memperkuat semangat itu.
Menurut Irwan, alokasi kuota PIP untuk Kutim mencapai 20.000 siswa per tahun, namun hingga kini baru 8.000 siswa yang terserap. Sejak program ini berjalan, 35.271 siswa dari jenjang SD hingga perguruan tinggi telah menerima manfaatnya.
“Sosialisasi yang masih terbatas menjadi tantangan utama. Tahun ini kami akan lebih aktif mengajak Pemkab dan masyarakat agar lebih banyak anak bisa menerima haknya,” ujar Irwan.
Di tengah pidato dan data yang disampaikan, yang tak kalah penting adalah ekspresi para siswa penerima beasiswa. Wajah-wajah muda yang harapannya bertambah tinggi. Mereka tidak hanya menerima uang saku atau bantuan pendidikan. Mereka menerima validasi bahwa mereka berharga, bahwa mereka dilihat, dan bahwa masa depan mereka diperjuangkan. Generasi emas Indonesia 2045 tidak akan lahir dari kemewahan. Ia lahir dari sekolah-sekolah seperti SMK di Kutim. (kopi4/kopi3)