SANGATTA – Di tengah dorongan publik akan transparansi dan akuntabilitas wakil rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kutai Timur (Kutim) mengambil langkah progresif. Dalam rapat paripurna yang berlangsung Senin, (15/5/2025), sebanyak 27 anggota DPRD menyetujui dan mengesahkan Peraturan DPRD tentang Kode Etik dan Tata Beracara Badan Kehormatan (BK). Langkah ini dipandang sebagai pijakan penting untuk memperkuat integritas serta memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga legislatif daerah.
Ketua DPRD Kutim Jimmi, menyebut pengesahan ini bukan sekadar formalitas prosedural, melainkan bentuk nyata komitmen moral anggota dewan.
“Kode etik ini akan menjadi pedoman moral, sikap, dan perilaku bagi setiap anggota dewan, baik dalam menjalankan fungsi legislasi, pengawasan, maupun anggaran,” ujar politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.

Ia menjelaskan bahwa penyusunan kode etik telah melalui proses deliberatif dan melibatkan sejumlah pihak. Badan Kehormatan DPRD memimpin penyusunan dengan berkonsultasi kepada pakar hukum hingga organisasi masyarakat sipil. Hasilnya adalah seperangkat prinsip dasar yang mewajibkan anggota dewan mematuhi peraturan perundang-undangan, menjaga integritas, menjunjung kejujuran, dan bertanggung jawab penuh terhadap jabatan yang diemban.
“Setiap anggota juga wajib menjaga citra dan kehormatan DPRD, baik saat berada di ruang paripurna maupun di ruang publik lainnya. Karena kehormatan lembaga ini mencerminkan kualitas demokrasi kita di daerah,” tegas Jimmi.
Tak hanya berisi norma, kode etik yang disahkan juga mengatur mekanisme penegakan. Prosedur pemeriksaan atas dugaan pelanggaran kini ditetapkan lebih sistematis, termasuk jenis sanksi moral hingga administratif yang dapat dijatuhkan oleh Badan Kehormatan. Fungsi utama BK dipertegas: menjaga martabat, kredibilitas, dan disiplin internal para anggota dewan.
“BK bukan sekadar alat kontrol, tetapi benteng moral. Ia meneliti dugaan pelanggaran, menyelidiki pengaduan, dan memantau kepatuhan terhadap sumpah jabatan serta kode etik. Tapi perlu digarisbawahi, aturan mainnya sudah disepakati dan harus dijalankan secara konsisten. Jangan sampai BK justru melampaui kewenangannya,” tutur Jimmi, memberi penekanan penting.
Pengesahan ini menjadi sinyal bahwa DPRD Kutim ingin berubah. Di tengah tuntutan publik akan pejabat yang bersih dan bertanggung jawab, kode etik adalah pondasi yang tak bisa diabaikan. Ia menjadi cermin dari kesungguhan politik dan komitmen institusional dalam membangun sistem yang lebih beradab.

Kini tantangannya adalah konsistensi. Tentang bagaimana setiap pasal dalam kode etik bukan sekadar teks di atas kertas, melainkan dijadikan laku hidup oleh para legislator. Jika diterapkan secara disiplin, bukan tidak mungkin DPRD Kutim akan menjadi rujukan etika politik lokal di Kalimantan Timur.
Ke depan, masyarakat akan melihat, apakah kode etik ini benar-benar menjadi arah moral baru atau hanya etalase politik belaka. Sebab publik bukan hanya menilai apa yang tertulis, tetapi bagaimana wakilnya bertindak. Dan etika, sejatinya, baru bermakna ketika diuji oleh godaan kekuasaan dan kepentingan. (kopi4/kopi3)