Suasana Workshop Strategi dan Inovasi Branding untuk UMKM yang digelar Komunitas Tangan Di Atas (TDA) Kutai Timur (Kutim). Foto: Alvian Pro Kutim
SANGATTA- Kualitas bukan lagi satu-satunya kunci kesuksesan produk. Di era digital yang serba cepat, kemasan dan cerita di balik produk menjadi penentu utama apakah sebuah merek dikenali, dipercaya, lalu dibeli. Hal itu pula yang menjadi semangat utama Workshop Strategi dan Inovasi Branding untuk UMKM yang digelar Komunitas Tangan Di Atas (TDA) Kutai Timur (Kutim), Selasa (20/5/2025), di Ruang Tempudau, Kantor Bupati Kutim.
Sebanyak 50 pelaku UMKM dari berbagai kecamatan di Kutim hadir mengikuti pelatihan ini. Mereka mendengarkan langsung paparan para praktisi dan ahli branding tentang cara cerdas mengemas produk, membangun narasi yang kuat, hingga memanfaatkan teknologi terkini untuk memperkuat posisi merek di pasar digital.

“Dari segi rasa, produk UMKM Kutai Timur tidak kalah dengan produk luar negeri. Namun, kita sering kalah di kemasan dan branding,” ujar Staf Ahli Bupati Bidang Perekonomian Pembangunan dan Keuangan Dr Sulastin, saat membuka acara mewakili Bupati.
Menurutnya, banyak UMKM tak mampu bersaing lantaran menganggap branding sebagai hal remeh. Padahal, di tengah derasnya arus digitalisasi dan ekspansi pasar yang terbuka luas, terutama dengan hadirnya Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur (Kaltim), branding bukan sekadar pilihan, melainkan keharusan.
“Digitalisasi adalah peluang emas bagi UMKM untuk membangun merek yang kuat dengan biaya yang relatif rendah namun jangkauan yang luas. Sayang kalau ini tidak dimanfaatkan,” lanjut Sulastin.

Ia berharap pelatihan seperti ini dapat diperluas ke seluruh kecamatan di Kutim. Agar semakin banyak pelaku usaha mikro dan kecil yang melek brand dan sadar pentingnya identitas usaha.
Pemahaman itu pula yang ditegaskan oleh narasumber utama workshop, CEO Mebiso Indonesia, Hesti Rosa. Dalam pemaparannya, Hesti menekankan bahwa brand bukan sekadar logo atau kemasan cantik. Branding adalah perpaduan antara gaya komunikasi, tampilan visual yang konsisten, hingga cerita dan nilai yang melekat pada sebuah produk.
“Branding itu pondasi bisnis. Tanpa brand yang kuat, produk mudah tergeser, dilupakan, bahkan diklaim pihak lain,” ungkap Hesti.

Ia mencontohkan bagaimana sebuah produk lokal bisa kehilangan hak kepemilikannya karena tidak mendaftarkan merek mereka secara resmi. Maka dari itu, ia menekankan pentingnya mendaftarkan merek dagang ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual sebagai bagian dari strategi perlindungan usaha.
“Branding itu bagian dari safety bisnis strategy. Jangan sampai produk kita yang sudah viral justru dicaplok oleh pihak lain karena kita lalai urus HAKI-nya,” tegas Hesti.
Mebiso, platform perlindungan merek yang ia pimpin, kini mengintegrasikan kecerdasan buatan (AI) untuk mempermudah proses pendaftaran dan pemantauan merek secara efisien. Ini ditujukan agar pelaku UMKM tak lagi merasa proses legalisasi brand sebagai hal rumit atau mahal.
“Kami ingin UMKM bisa fokus pada pengembangan produk dan pemasaran. Soal perlindungan brand, serahkan pada sistem yang kami bangun. Lebih cepat, murah, dan aman,” ucap Hesti.
Sedangkan Ketua Komunitas TDA Kutim Muhammad Ali, menyampaikan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari visi besar TDA sebagai komunitas pengusaha terbesar di Indonesia. Berdiri sejak Januari 2006, komunitas ini telah berkembang menjadi jejaring lebih dari 42.000 pengusaha di 140 kota di Indonesia. Bahkan beberapa negara seperti Singapura, Hongkong, Mesir, dan Australia.
“TDA punya nilai dasar. Yaitu silaturahim, integritas, dan tumbuh bersama. Tidak boleh ada yang tertinggal. Itu prinsip kami,” tegas Ali.
Ia berharap setelah workshop ini, pelaku UMKM Kutim tidak hanya paham cara menjual produk, tetapi juga mampu membangun merek yang bernilai dan punya cerita. Dengan branding yang kuat, produk lokal Kutim tak hanya bertahan di pasar lokal, tetapi bisa menembus pasar nasional dan bahkan global.
“Kami ingin UMKM Kutim jadi tuan rumah di negeri sendiri, dan mitra yang kuat dalam rantai pasok ekonomi IKN yang sedang tumbuh,” harap Ali.
Dengan pelatihan seperti ini, Kutim memberi sinyal bahwa kebangkitan UMKM tidak bisa ditunda. Tak cukup hanya dengan produk berkualitas, UMKM kini harus tampil cerdas, memiliki identitas yang kuat, dan berani bersaing di pasar digital yang kompetitif. Bisa dipastikan, brand bukan sekadar nama. Ia adalah cerita, reputasi, dan masa depan. (kopi4/kopi3)