SANGATTA- Dalam suasana tenang Gedung Gereja Jemaat Rama di Desa Singa Gembara, Kecamatan Sangatta Utara, Kabupaten Kutai Timur (Kutim), puluhan anak dan remaja tampak serius menyimak materi yang jarang mereka dapatkan di ruang kelas. Apa itu? Pendidikan seks dan pengaruh media sosial. Kegiatan ini menjadi bagian dari pembinaan Anak Sekolah Minggu dan Remaja Gereja Toraja (SMGT) yang berlangsung pada Sabtu, (24/5/2025).
Sebanyak 92 peserta dari kalangan anak-anak dan remaja hadir dalam kegiatan yang diselenggarakan oleh Pengurus SMGT Jemaat Rama. Kegiatan ini bukan sekadar rutinitas perayaan Paskah, tetapi momentum strategis untuk membentuk karakter dan kesadaran generasi muda Gereja Toraja terhadap tantangan zaman.
Materi utama yang diangkat adalah “Sex Education” dan “Pengaruh Media Sosial terhadap Perilaku Gen-Z”. Keduanya disampaikan oleh Yuliana Kalalembang, seorang pengurus Persatuan Wanita Gereja Toraja (PWGT) Klasis Kutim. Dengan pendekatan yang komunikatif, Yuliana yang juga pejabat lingkup Pemkab Kutim mengajak anak-anak untuk memahami tubuh mereka sendiri, mengenali fungsi alat reproduksi, serta pentingnya menjaga batasan dalam pergaulan.

“Pendidikan seksual tidak berarti mengajarkan anak untuk melakukan seks, tetapi membekali mereka dengan pengetahuan agar tidak menjadi korban atau pelaku dalam situasi yang salah,” ujar Yuliana dalam pemaparannya.
Ia juga menekankan pentingnya pengenalan sejak dini terhadap konsep seksualitas sebagai bagian dari tanggung jawab moral dan spiritual. Tak hanya itu, materi mengenai pengaruh media sosial juga disampaikan dengan lugas dan kontekstual. Para peserta diajak memahami bagaimana algoritma, konten viral, dan eksistensi digital bisa memengaruhi cara mereka memandang diri sendiri, pergaulan, hingga keputusan hidup.
Dalam sesi diskusi, banyak peserta mengungkapkan pengalaman mereka dalam menggunakan media sosial, mulai dari TikTok hingga Instagram, dan bagaimana tekanan untuk tampil sempurna sering kali membuat mereka merasa cemas.
“Anak-anak zaman sekarang sangat cepat menangkap informasi, tapi belum tentu bisa memilah mana yang baik dan buruk,” jelas Yuliana.
Karena itu, menurutnya, peran gereja, orang tua, dan komunitas sangat penting dalam mendampingi proses tumbuh kembang anak. Kegiatan ini digelar sebagai bagian dari refleksi Paskah 2025. Bagi jemaat, kebangkitan Kristus dimaknai sebagai ajakan untuk bangkit bersama membangun generasi yang tangguh, beriman, dan berkarakter.
Ketua panitia kegiatan, yang juga pengurus SMGT Jemaat Rama, menyatakan bahwa kegiatan ini menjadi wujud nyata komitmen gereja dalam merespons tantangan zaman, bukan hanya lewat ibadah, tetapi juga lewat pendidikan dan pembinaan yang konkret.
“Kami ingin anak-anak ini bukan hanya pintar secara akademik, tapi juga kuat secara mental dan spiritual. Mereka akan menjadi pelopor generasi Emas 2045,” ucapnya.

Dengan semangat kolektif, para peserta mengikuti kegiatan hingga selesai. Sebagian besar dari mereka mengaku baru pertama kali mendapat materi pendidikan seks dan literasi digital secara terbuka dan ramah anak. Tak sedikit yang berharap kegiatan serupa dapat dilaksanakan secara rutin.
Dari ruang ibadah yang biasanya dipenuhi puji-pujian dan khotbah, kini muncul semangat baru. Yaitu gereja sebagai ruang aman dan strategis untuk membina generasi muda dalam menghadapi masa depan yang penuh tantangan dan godaan. (kopi3)