Foto: Fuji, Awal dan Dewi Pro Kutim
YOGYAKARTA- Di tengah semangat kolektif memperkuat peran wakil kepala daerah dalam Musyawarah Nasional I Asosiasi Wakil Kepala Daerah Indonesia (ASWAKADA) yang digelar di Yogyakarta, 2–4 Juli 2025, Wakil Bupati Kutai Timur (Wabup Kutim) H Mahyunadi menyuarakan gagasan yang berbeda. Bukan soal tuntutan peningkatan kewenangan semata, melainkan ajakan untuk membangun kesadaran kolektif, bahwa kekuasaan hanyalah sarana, bukan tujuan. Sebab yang utama adalah kepentingan masyarakat.
“Kalau kita (wakil kepala daerah) saja sudah kompak dengan kepala daerah, masih berdarah-darah memikirkan rakyat, apalagi kalau terpecah belah,” ujar Mahyunadi usai mengikuti rangkaian hari pertama Munas ASWAKADA di Hotel New Saphir, Yogyakarta, Kamis (3/7/2025).

Pernyataan Mahyunadi muncul di tengah dinamika forum nasional yang mempertemukan para wakil bupati dan wakil wali kota dari berbagai daerah. Salah satu isu yang mengemuka adalah keinginan sebagian peserta untuk memperjuangkan porsi kewenangan yang lebih besar bagi wakil kepala daerah. Namun Mahyunadi melihat urgensi lain yang lebih mendasar.
“Kalau berpikir tentang tambahan kewenangan, kenapa tidak sekalian mencalonkan diri sebagai kepala daerah saja?” ujarnya retoris. “Saya berharap ASWAKADA ini tidak jadi wadah yang provokatif, tapi menjadi ruang dewasa untuk memperjuangkan kepentingan masyarakat, bukan ego jabatan,” tambahnya.
Meski begitu, Mahyunadi tetap menaruh perhatian pada problem struktural yang dirasakan banyak daerah, yakni tereduksinya kewenangan pemerintah daerah akibat sentralisasi kebijakan oleh Pemerintah Pusat. Ia mencontohkan beberapa isu krusial, seperti pengelolaan wilayah laut tak lagi di daerah, pengangkatan beberapa pejabat eselon II yang harus mendapat persetujuan pusat, serta kebijakan pendidikan yang banyak dikendalikan dari atas. Lewat forum ini, dia ingin menyuarakan aspirasi banyak daerah, bahwa otonomi itu jangan hanya simbolik. Kepala daerah dan wakilnya perlu diperkuat secara kelembagaan agar bisa mengambil keputusan yang berdampak nyata. Menurutnya, otonomi sejati harusnya disertai kepercayaan penuh dari pusat kepada daerah. Logikanya kalau semua keputusan besar harus koordinaai dulu ke Jakarta, lalu kapan daerah bisa bergerak cepat? Serta bagaimana menjawab kebutuhan masyarakat yang dinamis?.

Mahyunadi juga menekankan bahwa wakil kepala daerah bukanlah posisi pasif. Selain tugas struktural yang melekat, banyak peran substantif yang kini diemban. Seperti penanganan stunting yang menuntut keterlibatan aktif dan kepemimpinan strategis.
“Itu saja kalau dikerjakan dengan serius, sudah sangat menyita energi. Jadi mari fokus menyelesaikan masalah nyata. Jangan habis waktu hanya karena ingin berbagi porsi kekuasaan,” tegasnya lagi.
Ia pun berharap Munas ASWAKADA ini bisa melahirkan kepemimpinan yang bijak dan dewasa yang mampu menjadi jembatan komunikasi, bukan sekat, antara wakil dan kepala daerah.
“Saya percaya, jika komunikasi dijaga, keharmonisan bisa diwujudkan, dan dari situ pembangunan bisa lebih cepat,” katanya.
Dalam sesi pleno Munas pada Jumat (4/7/2025), Mahyunadi menyiapkan diri untuk menyuarakan pandangan strategisnya secara resmi. Ia menekankan bahwa perjuangan memulihkan kewenangan daerah dari sentralisasi pusat harus dilakukan bersama, bukan untuk memperluas kuasa individu.

Adapun Munas ASWAKADA yang berlangsung selama tiga hari ini menjadi momen bersejarah dalam pembentukan organisasi resmi para wakil kepala daerah se-Indonesia. Forum yang sebelumnya berbentuk informal melalui Forum Wakil Kepala Daerah (FORWAKADA), kini melebur menjadi asosiasi sah yang bertujuan memperkuat peran wakil kepala daerah sebagai pilar kepemimpinan menuju Indonesia Emas 2045.
Kegiatan ini dibuka secara resmi pada Kamis (3/7/2025) di Malioboro Ballroom, Hotel New Saphir, dan diawali dengan serangkaian seremoni seperti tarian pembuka, menyanyikan lagu kebangsaan, serta sambutan dari Ketua FORWAKADA, perwakilan Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Kementerian Dalam Negeri.
Dari Kemendagri, hadir pula sesi pengarahan bertajuk Reposisi Strategis Wakil Kepala Daerah dalam Tata Kelola Pemerintahan Menuju Indonesia Emas 2045, yang menjadi salah satu sesi kunci Munas. Selepas istirahat siang, forum berlanjut dengan pembahasan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART), tata tertib, serta pemilihan Ketua Umum ASWAKADA periode 2025–2029.
Wabup Kutim Mahyunadi juga mengikuti sesi gala dinner dan ramah tamah di Taman Budaya Gunungkidul, dalam balutan suasana hangat dan santai. Ia hadir didampingi Kepala Dinas Kominfo Kutim H Ronny Bonnar Hamonangan Siburian.

Munas ini bukan hanya menjadi ajang silaturahmi, tetapi juga ruang reflektif bagi para pemimpin daerah. Dan di tengah perbincangan soal kekuasaan, Mahyunadi memilih menegaskan yang paling esensial bahwa rakyat adalah tujuan akhir dari segala kebijakan. Baginya pemimpin harus dewasa dalam melihat jabatan. Sebab kepala daerah dan wakilnya bukan sedang memperjuangkan posisi, tapi sedang memikul amanah. Dengan kata lain jika niatnya lurus maka tak perlu lagi mempersoalkan porsi kewenangan. (kopi3)