Kepala DPPKB Kutim Achmad Junaidi. Foto: Dewi/Pro Kutim
SANGATTA – Pemerintah Kabupaten Kutai Timur (Kutim) melalui Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB) terus memperkuat langkah konkret dalam percepatan penurunan stunting. Salah satu upaya terbaru adalah pelaksanaan program mandatori pendidikan serta peningkatan kapasitas Tim Pendamping Keluarga (TPK) di seluruh kecamatan dan Cap Jempol dalam memaksimalkan pemanfaatan dana mandatori pendidikan sebagai bagian dari komitmen meningkatkan kualitas sumber daya manusia di daerah.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (DPPKB) Kutim Achmad Junaidi menjelaskan bahwa program tersebut merupakan bentuk dukungan terhadap inovasi daerah yang telah berjalan beberapa tahun terakhir.
“Dana mandatori pendidikan ini belum pernah ada di DPPKB. Karena ada gencar inovasi, maka sampai sekarang tetap kami dorong untuk dimanfaatkan secara maksimal. Angkanya sekitar empat miliar rupiah,” dan Cap jempol sekitar Rp 6 miliar,”ungkapnya.
Dengan langkah ini, DPPKB Kutim berharap dana mandatori pendidikan dapat berdampak nyata bagi peningkatan mutu pendidikan di seluruh kecamatan, sekaligus memperkuat sinergi lintas sektor dalam membangun generasi Kutim yang unggul dan berdaya saing.
Junaidi turut menjelaskan, strategi percepatan ini berangkat dari evaluasi lapangan terhadap data keluarga berisiko stunting. Ia menegaskan pentingnya akurasi data sebagai dasar penentuan intervensi program.
“Saya tidak mau hanya sekadar koordinasi ke Jakarta tanpa hasil. Cukup sekali minta nomor handphone orang, habis itu langsung kita kerja di lapangan. Kita ingin turun langsung, melihat kondisi riil masyarakat dan mencari akar persoalan di sana,” sebutnya.
Menurutnya, hasil turun lapangan di Kecamatan Karangan membuka banyak pelajaran berharga. Saat dilakukan verifikasi acak terhadap data keluarga berisiko, ditemukan adanya perbedaan antara kondisi di lapangan dengan laporan didata.
“Saya baca data, disebutkan sudah memiliki air bersih, tapi ternyata belum. Lalu ada yang tercatat belum ikut program KB, padahal sudah. Nah, di situ kita belajar. Artinya, yang perlu diintervensi bukan hanya keluarganya, tapi juga kemampuan TPK dalam mendata dengan benar,” jelasnya.
Temuan tersebut mendorong lahirnya program pelatihan teknis bagi TPK di setiap kecamatan. Operator data dari DPPKB nantinya akan menjadi narasumber lokal, memberikan panduan langsung kepada kader agar dapat melakukan pendataan yang akurat menggunakan perangkat digital.
Lebih lanjut, dari hasil wawancara dan observasi, pihaknya juga menemukan sejumlah kader TPK yang belum memiliki latar pendidikan memadai.
“Ada yang hanya tamat SD. Dari situ kita dapat ide baru berupa program Paket A, B, dan C bukan cuma untuk keluarga berisiko stunting, tapi juga bermanfaat untuk meningkatkan SDM kader TPK itu sendiri,” ujarnya.
Selain penguatan SDM kader, DPPKB juga mendorong pelaksanaan mandatori pendidikan yang diintegrasikan ke berbagai jenjang sekolah melalui Program Sekolah Siaga Kependudukan. Program ini tidak membangun sekolah baru, melainkan memasukkan materi kependudukan dan keluarga berencana ke dalam kurikulum formal yang sudah ada di PAUD, SD, hingga SMP.
“Kalau Kutim punya 100 SMP, maka idealnya 100 sekolah bisa kita sasar. Kalau belum bisa sekaligus, kita lakukan bertahap, termasuk sekolah-sekolah di kecamatan pinggiran,” jelasnya.
Melalui program ini, materi kependudukan akan dikolaborasikan dengan kegiatan pramuka dan Saka Kencana, termasuk penyuluhan tentang kesehatan reproduksi remaja, bahaya pernikahan dini, dan HIV/AIDS. Program ini juga menggandeng Kementerian Agama serta Kantor Urusan Agama di tingkat kecamatan.
Tak hanya itu, untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga akseptor KB, DPPKB Kutim berkolaborasi dengan Dinas Pendidikan dan Distransnaker melalui Balai Latihan Kerja Industri (BLKI) serta SKB Sangatta Utara. Program pelatihan keterampilan seperti menjahit, membatik, komputer, hingga pastry and bakery menjadi bagian dari upaya pemberdayaan keluarga produktif.
“Semua itu masuk dalam mandatori pendidikan. Di dalamnya juga ada program untuk lansia dan PAUD seperti Tamasya (Taman Asuh Sayang Anak) yang bekerja sama dengan lembaga TPA dan perusahaan-perusahaan. Inilah bentuk sinergi lintas sektor untuk menciptakan generasi sehat dan cerdas,” pungkasnya.
Langkah inovatif ini diharapkan dapat memperkuat fondasi penanganan stunting dari hulu, tidak hanya menekan angka kasus, tetapi juga meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan kapasitas kader di seluruh wilayah Kutim.(kopi15/kopi13)
































