Momen Wabup Kutim Mahyunadi Sungkem kepada sang ibu. Foto: Vian Pro Kutim
SANGATTA – Usai menunaikan Salat Idulfitri 1446 Hijriah di Lapangan Masjid Al Falah, Perum GPL Munthe, Sangatta, Wakil Bupati Kutai Timur (Wabup Kutim) Mahyunadi tak langsung pulang ke rumah dinas. Bersama istri, Masriati, ia melangkah menuju kediaman ibundanya, sebuah perjalanan yang sarat makna. Di sana, tradisi tahunan pun dilakukan, sungkeman kepada sang ibu dan tahlilan di makam ayahanda tercinta, almarhum H Mansur Mante.
Setibanya di rumah ibunda, Mahyunadi berlutut, mencium tangan, dan memeluk erat wanita yang telah membesarkannya. Momen penuh haru itu menjadi simbol hormat dan kasih sayang, ungkapan terima kasih atas segala perjuangan dan pengorbanan orang tua.

“Figur ayah dan ibu adalah sosok paling penting dalam hidup kita. Mereka selalu ada dalam suka maupun duka, merawat dan menjaga sejak kecil, bahkan berkorban demi memberikan yang terbaik. Tak ada balasan yang cukup untuk membayar jasa mereka,” ujar Mahyunadi dengan suara bergetar, ditemani sang istri.

Setelah sungkeman, Mahyunadi beserta keluarga besar melanjutkan perjalanan ke makam ayahanda. Di sana, doa dan ayat suci bergema. Surah Yasin dibacakan bersama, dilanjutkan dengan prosesi siraman pusara oleh ibunda dan anggota keluarga secara bergantian. Momen ini menjadi bagian dari tradisi keluarga besar Mante setiap Idulfitri.

“Usai Salat Id, kami sekeluarga berkumpul di rumah ini. Dari sepuluh saudara, hanya satu yang berhalangan hadir tahun ini. Kami saling memaafkan, mengingat jasa orang tua, dan mempererat silaturahmi,” ujar Mahyunadi, yang juga dikenal sebagai penggemar musik dan motor.

Bagi Mahyunadi, keberhasilan seorang pemimpin tak lepas dari restu orang tua. Ia menegaskan, Idulfitri bukan sekadar perayaan, melainkan momentum untuk kembali kepada kesucian hati dan mempererat hubungan dengan keluarga, terutama dengan orang tua.
“Beri waktu terbaik untuk mereka. Bahagia mereka adalah kebahagiaan kita,” pungkasnya. (kopi4/kopi3)