Beranda Kutai Timur Ini Pandangan Fraksi DPRD terhadap “Janji Lima Tahun” RPJMD Kutim

Ini Pandangan Fraksi DPRD terhadap “Janji Lima Tahun” RPJMD Kutim

221 views
0

Suasana Rapat Paripurna ke-XLVII DPRD Kutai Timur. Foto: Bella Pro Kutim

SANGATTA- Rapat Paripurna ke-XLVII DPRD Kutai Timur (Kutim), Selasa (15/7/2025), bukan sekadar sesi formal legislasi. Di balik podium megah ruang sidang utama DPRD, seluruh fraksi menyatakan dukungan terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kutim 2025-2029. Namun dukungan itu tidak kosong, setiap fraksi datang membawa catatan kritis, saran tajam, hingga peringatan yang bisa menjadi kompas atau bahkan alarm dini bagi pemerintah.

Sidang dipimpin Ketua DPRD Kutim Jimmi, didampingi Wakil Ketua II Prayunita Utami, serta dihadiri 28 dari total anggota dewan. Dari unsur eksekutif hadir Wakil Bupati Kutim Mahyunadi, Asisten Administrasi Umum Setkab Sudirman Latif, Kepala Bappeda Noviari Noor, jajaran kepala perangkat daerah, dan unsur Forkopimda.

Tujuh fraksi menyampaikan pandangan umum mereka terhadap arah kebijakan dan strategi pembangunan yang tercantum dalam dokumen RPJMD. Tak satu pun yang menolak, tapi semua memberi syarat. Ini bukan sekadar formalitas, ini panggung pengawasan yang hidup.

Fraksi Partai NasDem tampil berbeda. Juru bicara Aldryansyah menyampaikan kritik terstruktur, mulai dari aspek administratif hingga konseptual. Mereka menyoroti keterlambatan penyampaian Ranperda RPJMD oleh Pemkab Kutim, yang seharusnya diserahkan pada Mei 2025, atau 90 hari pasca-pelantikan kepala daerah.

“Ini bukan hanya pelanggaran waktu teknis, tapi juga melemahkan posisi DPRD dalam memberikan masukan awal,” tegas Aldryansyah.

Fraksi NasDem mengapresiasi keterlibatan akademisi dalam penyusunan dokumen, namun tetap mengingatkan agar pemerintah tidak menutup mata terhadap saran legislatif. Ia menyampaikan analogi tajam. “Titanic diklaim tak bisa tenggelam, tapi akhirnya karam karena satu titik buta. Jangan sampai RPJMD Kutim mengulangi sejarah itu.”

Musrenbang juga menjadi sorotan. NasDem menilai pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan selama ini bersifat seremonial, miskin dialog, dan belum merepresentasikan aspirasi masyarakat secara menyeluruh.

“Kegiatan ini lebih sering menjadi ajang bagi kepala desa dan perangkatnya memaparkan rencana, tanpa ruang diskusi berarti dengan peserta,” kritiknya.

Fraksi ini juga mempertanyakan apakah wacana pembentukan Daerah Otonom Baru seperti Kutai Utara dan Sangsakakaukar telah dimuat dalam RPJMD. Mereka menyoroti isu nasional seperti efisiensi industri dan potensi PHK besar-besaran akibat restrukturisasi, termasuk melalui badan investasi Danantara Indonesia.

“Tingkat pengangguran terbuka Kutim masih 5,93 persen. Penduduk miskin bertambah menjadi 37,11 ribu jiwa pada 2024. Ini fakta yang harus dijawab bukan dengan retorika, tapi dengan kebijakan nyata,” pungkas Aldryansyah menyampaikan data di ruang sidang.

Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), melalui juru bicara Ardiansyah, memberi apresiasi atas partisipasi dalam penyusunan dokumen. Namun mereka menekankan pentingnya penguatan SDM, terutama pendidikan vokasi dan pelatihan keterampilan yang mengakar pada potensi lokal.

“Kita harus pastikan generasi muda Kutim tidak hanya siap kerja, tetapi juga mampu menciptakan lapangan kerja,” ujarnya lugas.

Fraksi Persatuan Indonesia Raya (F-PIR) yang diwakili Baya Sargius L menuntut keberpihakan nyata kepada tenaga kerja dan pelaku usaha lokal. Mereka meminta regulasi afirmatif untuk memastikan keterlibatan masyarakat dalam setiap proyek pembangunan tidak sekadar menjadi jargon.

Muhammad Ali dari Fraksi PPP menekankan bahwa keberhasilan transformasi ekonomi hanya bisa dicapai jika masyarakat memiliki SDM yang sehat dan cerdas. Oleh karena itu, ia meminta agar alokasi anggaran lebih diprioritaskan pada pendidikan, kesehatan, serta pembinaan moral dan spiritual.

Fraksi Gelora Amanat Perjuangan (F-GAP), melalui Mulyana, memberi kritik paling filosofis. Menurut mereka, RPJMD tak boleh menjadi sekadar tumpukan angka dan grafik.

“Dokumen ini harus hidup dan berpihak. Harus menjadi cetak biru masa depan yang adil bagi semua,” tegasnya.

Bahcok Riandi dari Fraksi Demokrat mendorong dibentuknya tim pemantau independen untuk mengevaluasi pelaksanaan RPJMD. Menurutnya akuntabilitas tak cukup diukur dari laporan internal. Harus ada pengawasan dari luar, dari masyarakat dan akademisi.

Fraksi Partai Golkar melalui Bambang Bagus menyatakan pentingnya menjadikan RPJMD sebagai pedoman lintas sektor. Ia menekankan bahwa seluruh kebijakan sektoral harus disinergikan agar tidak terjadi tumpang tindih dan inefisiensi dalam pelaksanaan program pemerintah.

Wakil Bupati Kutim Mahyunadi menyambut baik semua masukan dan seluruh fraksi DPRD Kutim tersebut.

“Beragam tanggapan telah disampaikan, ada yang menyepakati dan ada pula catatan kritis. Semuanya sangat konstruktif. Catatan ini akan kami jawab secara resmi dalam paripurna lanjutan nanti,” katanya usai rapat.

Ia menegaskan bahwa pemerintah tetap membuka ruang penyempurnaan dan menjadikan RPJMD ini sebagai alat navigasi yang menjawab kebutuhan nyata masyarakat.

Setelah penyampaian pandangan umum fraksi, agenda berikutnya adalah tanggapan resmi dari Pemkab Kutim, yang akan dibahas dalam paripurna lanjutan. Tahap selanjutnya adalah pembahasan teknis oleh panitia khusus (Pansus) sebelum RPJMD disahkan sebagai Perda.

Dokumen ini bukan sekadar regulasi lima tahunan. Ia adalah janji pembangunan, kesepakatan politik, dan harapan publik. Dan seperti yang diingatkan Fraksi NasDem, setiap rencana megah harus tetap waspada terhadap titik-titik buta. Karena RPJMD bukan hanya soal rencana di atas kertas. Ia adalah komitmen untuk tidak menabrak gunung es yang tak terlihat. (kopi12/kopi13/kopi3)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini