Rapat Koordinasi Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Daerah Kutim 2025. Foto: Miftah Prokutim
SANGATTA – Pertumbuhan ekonomi Kutai Timur (Kutim) kerap dirangkum dalam angka dan grafik, namun di balik data statistik itu tersimpan cerita lebih rumit tentang usaha kecil, menengah, hingga pelaku ekonomi rakyat yang berjuang menghadapi keterbatasan. Realitas ini menjadi sorotan utama dalam Rapat Koordinasi Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Daerah Kutim 2025 yang berlangsung di Ruang Meranti, Kantor Bupati, Selasa (23/9/2025).
Rapat yang dipimpin Wakil Bupati Mahyunadi mewakili Bupati, bersama Forkopimda, perangkat daerah, serta pelaku usaha ini mencoba membongkar akar persoalan di lapangan. Akses permodalan yang terbatas, distribusi produk yang belum optimal, hingga infrastruktur jalan, listrik, dan air bersih yang masih timpang, menjadi tantangan klasik bagi UMKM, petani, maupun nelayan. Di samping itu, birokrasi yang rumit dan regulasi yang kurang adaptif kerap menghambat iklim usaha. Mahyunadi menegaskan forum ini harus menjadi titik balik.

“Rapat ini bukan sekadar tataran konsep, tetapi harus diwujudkan dalam langkah nyata. Kita ingin kebijakan yang benar-benar mempermudah usaha rakyat, dari perizinan dan regulasi, dukungan modal, peningkatan kualitas SDM, digitalisasi hingga pemasaran, sehingga target realisasi pertumbuhan ekonomi secara nasional sebesar 8 persen pada 2029 bisa terwujud,” ujarnya.
Para pelaku usaha menyambut positif gagasan itu. Meski mereka menilai percepatan ekonomi hanya bisa tercapai bila pemerintah mampu menjamin kepastian iklim investasi, memperkuat infrastruktur transportasi dan logistik, serta menyiapkan SDM yang kompeten. Mereka mengingatkan tantangan besar masih datang dari dominasi sektor ekstraktif, fluktuasi harga komoditas, dan minimnya inovasi sektor baru.
“Ketergantungan pada sektor sumber daya alam harus diimbangi dengan penguatan ekonomi rakyat. Kutim harus membangun dari akar persoalan: jalan, listrik, air bersih, regulasi, pengembangan SDM, dan digitalisasi,” tambah Mahyunadi.

Sementara itu, Sekretaris Tim Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Kutim Noviari Noor, menegaskan percepatan pembangunan ekonomi membutuhkan sinergi lintas sektor dengan delapan aspek prioritas sebagai indikator.
“Mulai dari persentase realisasi APBD, PMA, dan PMDN, hingga indikator lainnya harus dikawal bersama. Dari data dan capaian inilah arah kebijakan ekonomi daerah bisa terukur secara nyata,” kata Noviari yang juga menjabat Asisten Perekonomian Pembangunan Sekretaris Kabupaten.
Dengan target pertumbuhan 8 persen pada 2029, Kutim dihadapkan pada pekerjaan besar. Yaitu memastikan percepatan ekonomi bukan hanya dinikmati investor besar. Melainkan juga menjadi energi bagi petani, nelayan, UMKM, dan generasi muda yang ingin berinovasi. (kopi4/kopi3)