Mantan Wakil Ketua DPD RI Mahyudin. Foto: Irfan/Pro Kutim
SANGATTA – Mantan Wakil Ketua DPD RI Periode 2019-2024 Mahyudin, angkat bicara mengenai sengketa wilayah antara Kabupaten Kutai Timur (Kutim) dan Kota Bontang. Ia mengungkapkan sejarah asal-muasal penentuan batas wilayah kedua daerah tersebut, serta mengimbau masyarakat untuk tenang dan pemerintah untuk tidak terlalu berpolemik.
Mahyudin menjelaskan bahwa batas wilayah Kutim tidak terlepas dari sejarah berdirinya Kabupaten Kutim maupun Kecamatan Sangatta. Dahulu, Sangatta merupakan bagian dari Kecamatan Bontang. Kemudian, terjadi pemekaran kecamatan yang melahirkan Kecamatan Sangatta.

“Ketika didirikan Kecamatan Sangatta itulah ditentukanlah batas Kecamatan Sangatta dan Kecamatan Bontang,” ujar Mahyudin ditemui awak media usai menghadiri Paripurna HUT ke-26 Kutim di Ruang Sidang Utama DPRD, Kamis (9/10/2025).
Ditambahkan mantan Bupati Kutim tersebut, jika batas awal tersebut adalah jalan pipa, yang dipilih karena pada saat itu belum ada jalanan dan wilayah tersebut masih berupa hutan.
Setelah pemekaran Kabupaten Kutai menjadi empat wilayah pada tahun 1999, termasuk Kutim dan Bontang, wilayah Sangatta menjadi bagian dari Kutim yang terdiri dari lima kecamatan, yaitu Kecamatan Sangatta, Sangkulirang, Muara Ancalong, Muara Wahau, dan Muara Bengkal.
“Sehingga Kota Bontang dan Kutim juga mengikuti batas kecamatan. Jadi batas Bontang dan Kutim itu mengikuti batas Kecamatan Bontang dan Kecamatan Sangatta,” jelas Mahyudin.
Mahyudin memahami bahwa sebagian masyarakat di wilayah perbatasan mungkin menginginkan pelayanan yang lebih dekat dengan Bontang. Namun, ia menekankan bahwa hal tersebut merupakan masalah administrasi pemerintahan saja.
“Orang Bontang boleh tinggal di Sangatta, orang Sangatta juga boleh tinggal di Bontang. Jangan dipermasalahkan itu,” tegasnya.
Ia mencontohkan kasus Bekasi dan Depok yang masuk wilayah Jawa Barat, namun masyarakatnya tetap dapat beraktivitas di Jakarta tanpa masalah.
Mahyudin mengimbau pemerintah daerah untuk tidak terlalu banyak berpolemik dan mengikuti aturan yang berlaku. Jika ada pihak yang ingin wilayahnya masuk ke Bontang, dapat mengajukan permintaan penambahan wilayah kepada pihak terkait.
“Kalau sekarang posisinya dengan putusan MK, dengan undang-undang pemekaran yang lalu, itu masuk wilayah Kutim,” ujarnya.
Namun, ia menambahkan bahwa Bontang juga dapat mengajukan permohonan kepada gubernur untuk meminta Kutim melepaskan sebagian wilayahnya.
Mahyudin juga mengingatkan para pejabat untuk tidak terlalu mempersoalkan masalah wilayah, karena jabatan mereka tidaklah abadi. Ia mengajak semua pihak untuk mengelola daerah dengan baik, bijaksana, dan mengutamakan pelayanan kepada masyarakat.
“Pemerintah itu kan public service. Jadi bagaimana masyarakat di sini dilayani dengan baik?” pungkasnya.
Ia juga berharap masyarakat tetap dapat memperoleh fasilitas dari kedua wilayah, tanpa ada pembatasan akibat masalah administrasi.(kopi13/kopi3)