SANGATTA – Di tengah geliat pembangunan dan transformasi digital, Dinas Pariwisata Kabupaten Kutai Timur (Dispar Kutim) melangkah dengan terobosan baru yang menandai babak penting dalam penguatan sektor ekonomi kreatif. Program bertajuk Sindakraf (Sinergi Data Ekonomi Kreatif) digagas untuk menyatukan data pelaku ekonomi kreatif yang selama ini tersebar dan belum terkelola secara sistematis.
Program ini menjadi bagian dari Rancangan Aksi Perubahan (RAP) yang diinisiasi oleh Akhmad Rifanie, peserta Pelatihan Kepemimpinan Administrator (PKA) Angkatan 3 Tahun 2025. Ia menilai, selama ini data pelaku ekonomi kreatif di Kutim masih simpang siur, tersebar di berbagai unit kerja, dan jarang dimanfaatkan sebagai dasar kebijakan.
“Data pelaku ekonomi kreatif selama ini belum terintegrasi dan belum dimanfaatkan secara maksimal. Melalui Sindakraf, kami ingin menghadirkan data yang akurat, akuntabel, dan sinergis agar kebijakan pengembangan bisa lebih tepat sasaran,” ujar Rifanie.
Langkah awal program ini mencakup pembentukan tim kerja lapangan di 18 kecamatan, penyusunan pedoman aplikasi SI-EKTA (Sistem Informasi Ekonomi Kreatif dan Pariwisata). Serta pendataan langsung kepada pelaku ekonomi kreatif di wilayah Kutim. Pendataan ini tidak sekadar administratif, melainkan sebagai upaya memahami potensi dan kebutuhan tiap pelaku di lapangan.
“Dengan data yang valid, kita bisa memberikan pendampingan, permodalan, dan pelatihan yang benar-benar sesuai kebutuhan mereka,” jelasnya.
Program Sindakraf disusun dalam tiga tahap pelaksanaan. Tahap jangka pendek selama dua bulan berfokus pada pembentukan tim dan pedoman teknis. Tahap menengah (3 sampai 12 bulan) diarahkan pada pendataan dan perluasan cakupan. Sedangkan tahap jangka panjang (2 sampai 4 tahun) dimaksudkan untuk pemanfaatan data dalam perencanaan kebijakan daerah dan inovasi pengembangan ekonomi kreatif.
Menurut Rifanie, penguatan data menjadi langkah penting untuk memastikan seluruh 17 subsektor ekonomi kreatif. Mulai dari kuliner, kriya, musik, hingga fotografi, mendapat perhatian yang seimbang.

“Data yang kuat akan membantu kita menentukan subsektor potensial di setiap kecamatan, sehingga program pembinaan dan promosi bisa lebih fokus dan berdampak langsung,” tambahnya.
Selain bagi pemerintah, keberadaan data ekonomi kreatif yang akurat juga memberi manfaat bagi investor, akademisi, hingga masyarakat luas. Dengan sistem terbuka dan transparan, investor dapat lebih mudah memetakan potensi pasar, sementara akademisi dapat memanfaatkan data itu untuk riset dan pengembangan.
“Pelaku ekonomi kreatif juga akan lebih mudah mendapatkan akses pendanaan, promosi, dan pelatihan. Data yang terintegrasi akan mempermudah kita membangun kolaborasi lintas sektor,” tuturnya.
Rifanie menekankan bahwa arah program ini sejalan dengan Asta Cita Presiden RI Prabowo dan Wapres Gibran. Khususnya dalam peningkatan kualitas lapangan kerja, pembangunan dari desa, dan penguatan industri kreatif nasional. Banyak pelaku ekonomi kreatif di Kutim yang tumbuh dari desa dan membutuhkan dukungan agar mampu bersaing di era digital.
“Pembangunan dari desa berarti membangun dari akar ekonomi kreatif masyarakat. Dengan dukungan data dan digitalisasi, para pelaku usaha di desa bisa naik kelas tanpa meninggalkan nilai-nilai lokal,” katanya.
Untuk memastikan program berjalan efektif, Dispar Kutim membangun koordinasi lintas instansi. Melibatkan Dinas Koperasi dan UMKM, Disperindag, Diskominfo, serta para camat di 18 kecamatan. Komunitas ekonomi kreatif juga dilibatkan secara aktif dalam proses pendataan dan pemutakhiran informasi.
“Kolaborasi adalah kunci keberhasilan Sindakraf. Kita tidak bisa bekerja sendiri, perlu dukungan semua pihak agar program ini memberi manfaat nyata,” tegasnya.
Rifanie menambahkan, aplikasi SI-EKTA akan menjadi pusat kendali data ekonomi kreatif Kutim. Sistem digital ini memungkinkan input, pemantauan, dan analisis data secara terpusat. Meski begitu, ia menyadari tantangan seperti keterbatasan anggaran dan kendala teknis sistem digital.
“Kami sudah menyiapkan strategi agar kegiatan ini tetap berjalan, termasuk menjalin kerja sama dengan pihak swasta dan akademisi,” ujarnya.
Ia berharap, Sindakraf dapat menjadikan Kutim sebagai daerah percontohan dalam pengelolaan data ekonomi kreatif berbasis digital di Kalimantan Timur (Kaltim).
“Harapannya, Sindakraf bukan hanya menjadi proyek data, tetapi gerakan bersama untuk menumbuhkan kreativitas, membuka lapangan kerja baru, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kutim,” tutupnya. (kopi14/kopi3)