Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Poniso Suryo Renggono saat membuka Bimbingan Teknis (Bimtek) Peningkatan Tupoksi Aparatur Pemerintahan Daerah Camat selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) atau Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) untuk kepentingan umum. Foto: Alvian Pro Kutim
SAMARINDA – Indonesia sebagai negara hukum mewajibkan semua aspek kehidupan berbangsa dan bernegara untuk berlandaskan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Hal ini sejalan dengan visi misi Kutai Timur (Kutim) yang berkomitmen mewujudkan pemerintahan partisipatif berbasis penegakan hukum dan teknologi informasi yang menyeluruh. Untuk itu, Pemkab Kutim melalui Bagian Hukum Setkab menyelenggarakan Bimbingan Teknis (Bimtek) Peningkatan Tupoksi Aparatur Pemerintahan Daerah Camat selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) atau Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) untuk kepentingan umum, Senin (22/7/2024). Kegiatan penting ini dibuka Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Sekretaris Kabupaten Poniso Suryo Reggono, mewakili Bupati Kutim. Pastinya, kegiatan ini dihadiri oleh para Camat se-Kutim dan diselenggarakan di Samarinda pada Senin (21/7/2024).
“Dalam praktiknya, seringkali terdapat permasalahan hukum dalam penerbitan PPAT yang ditandatangani oleh Camat. Oleh karena itu, Camat harus teliti dalam mencermati, meneliti, dan memverifikasi dokumen sebelum menandatanganinya. Jangan sampai terjadi konflik sosial,” tegas Poniso.

Penegasan ini sangat penting mengingat dokumen yang ditandatangani oleh camat bersifat tanggung gugat. Artinya, meskipun Camat sudah tidak menjabat, tetapi jika ada permasalahan dokumen yang pernah ditandatangani, Camat tetap bisa digugat.
“Jadi harus teliti,” pinta Poniso yang mantan Camat Rantau Pulung itu mengingatkan.

Poniso berharap melalui kegiatan bimtek ini, pengetahuan, kesadaran dan kompetensi Camat serta seluruh perangkat kecamatan dalam menerbitkan PPAT/SKPT dapat meningkat.
“Saya berharap bimtek ini menjadi ajang tukar pikiran dan pengalaman serta mencari solusi atas permasalahan hukum dalam penyelenggaraan pemerintahan di kecamatan,” harapnya.

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Bagian Hukum Januar Bayu Irawan, menjelaskan latar belakang digelarnya bimtek ini. Isu utama yang menjadi perhatian adalah penyelesaian permasalahan pertanahan dan administrasi penguasaan tanah.
Lebih lanjut, Bayu Irawan menegaskan beberapa dasar hukum yang harus diperhatikan dalam menerbitkan PPAT/SKPT, yakni Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah, Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2023. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN RI Nomor 9 Tahun 2022 tentang Perubahan Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 15 Tahun 2021 tentang Koordinasi Penyelenggaraan Penataan Ruang, serta Peraturan Bupati Nomor 42 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Administrasi Penguasaan Tanah atas Tanah Negara di Kutim.

Sementara itu, Dewi Anggraeni, narasumber dari BPN Provinsi Kaltim, menjelaskan bahwa Camat merupakan salah satu unsur aparat pemerintahan daerah yang bertanggung jawab kepada Bupati. Camat memiliki tugas untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintahan pada suatu daerah atau wilayah kecamatan yang tertentu. Selain itu, Camat juga berkedudukan sebagai PPAT.
“Dasar hukum yang menyebutkan bahwa Camat dalam jabatannya tersebut juga bertindak sebagai PPAT adalah Pasal 5 ayat 3 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998. Peraturan ini menyebutkan bahwa Camat dapat melayani masyarakat dalam pembuatan akta PPAT di daerah yang belum cukup tenaga PPAT atau untuk melayani golongan masyarakat tertentu dalam pembuatan akta PPAT tertentu,” jelas Dewi.

Dewi Anggraeni menambahkan bahwa Camat sebagai PPAT dalam menerbitkan atau membuat akta-akta hak atas tanah di wilayah kecamatannya. Secara hukum memiliki kekuatan yang sama dengan akta-akta yang diterbitkan oleh PPAT lainnya. Namun, ia mengakui bahwa pengetahuan para Camat masih terbatas jika dibandingkan dengan PPAT yang diangkat oleh Menteri.
Ia mengingatkan bahwa dalam proses penyerahan tanah untuk kepentingan umum, Camat atau pemerintah desa harus memperhatikan aspek kemanusiaan, keadilan, kemanfaatan, kepastian, keterbukaan, kesepakatan, kesejahteraan, keikutsertaan dan keberlanjutan. (kopi4/kopi3)