Suasana lomba kreasi pada peringatan Hari Anak Nasional (HAN) di Kantor Bupati, Bukit Pelangi. Foto: Bella dan Nami Pro Kutim
SANGATTA – Dalam upaya menekan angka kekerasan terhadap anak dan perempuan, Pemerintah Kabupaten Kutai Timur (Pemkab Kutim) menunjukkan komitmennya melalui tindakan tegas dan koordinasi lintas organisasi perangkat daerah. Bupati Ardiansyah Sulaiman mengeluarkan instruksi khusus kepada Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) untuk segera berkolaborasi dengan Perangkat Daerah (PD) terkait, untuk mengatasi isu kekerasan yang semakin marak ini.
Keprihatinan ini disampaikan langsung oleh Bupati saat membuka acara lomba kreasi pada peringatan Hari Anak Nasional (HAN) di Kantor Bupati, Bukit Pelangi, Selasa (23/7/2024). Dengan penuh semangat, ia menekankan pentingnya peran DP3A dalam memastikan perlindungan anak yang tidak sekadar normatif, tetapi benar-benar memberikan rasa aman dan ruang bagi anak-anak untuk berkreasi.
“Dalam beberapa tahun terakhir, laporan yang kami terima menunjukkan banyak anak di Kutai Timur merasa tidak nyaman dan menghadapi berbagai masalah. Oleh karena itu, DP3A dan dinas terkait harus memperhatikan hal ini dengan serius,” pinta Ardiansyah Sulaiman dengan nada tegas.
Meskipun menghadapi situasi yang memprihatinkan, Ardiansyah tetap menampilkan wajah ceria di depan ratusan anak yang hadir untuk merayakan Hari Anak Nasional.
“Saya tidak ingin mengungkapkan persoalan di hadapan anak-anak kita yang hadir dengan keceriaan. Namun, saya meminta segera berkoordinasi dengan pihak terkait untuk menangani masalah yang mereka hadapi di Kutai Timur,” lanjutnya.
Harapan besar juga disematkan kepada anak-anak agar dapat tumbuh maksimal dalam lingkungan yang nyaman dan aman. Bupati menekankan pentingnya inovasi dari dinas terkait untuk menciptakan kenyamanan bagi perkembangan anak-anak di wilayah ini.
Kepala DP3A Idham Cholid, mengungkapkan bahwa kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada 2023, terdapat 42 kasus kekerasan yang sebagian besar melibatkan anak-anak. Hingga Juli 2024, sudah tercatat 32 kasus kekerasan, dengan mayoritas korban berusia antara 11 hingga 13 tahun. Dalam penjelasannya, Idham Cholid menyatakan bahwa DP3A terus melaksanakan tugas pendampingan terhadap korban sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.
“Kami membantu mengatasi trauma korban agar cepat pulih,” katanya.
Namun, DP3A menghadapi kendala keterbatasan tenaga psikolog, dengan hanya dua psikolog umum yang idealnya diperlukan empat psikolog, termasuk psikolog forensik.
Untuk mengatasi kekurangan tenaga psikolog, DP3A bekerja sama dengan Kota Bontang dan Samarinda dalam menangani kasus-kasus khusus. Selain itu, DP3A juga mengajak masyarakat untuk aktif dalam upaya pencegahan kekerasan dengan mengadakan kegiatan parenting di luar. Karena keluarga yang kuat menjadi benteng utama dalam melindungi anak dari kekerasan. Faktor ekonomi dan kondisi lingkungan yang tidak layak sering menjadi penyebab utama kekerasan terhadap anak.
“Banyak kasus terjadi di lingkungan terdekat seperti bapak tiri, tetangga, kakak ipar, atau kakak tiri, terutama di rumah yang tidak memiliki kamar layak,” ungkap Idham Cholid.
Kerja sama lintas OPD dianggap sangat penting dalam menangani kasus kekerasan ini. Dia mengaku pihaknha selalu bekerja setelah kasus dilaporkan. Pendekatan holistik dan sinergi antar lembaga diharapkan mampu memberikan solusi jangka panjang dalam melindungi anak dan perempuan di Kutim. (kopi8/kopi3)