Beranda Kutai Timur Memudahkan, Pemkab Kutim Rancang Integrasi Sistem Administrasi Kesehatan dan Kependudukan

Memudahkan, Pemkab Kutim Rancang Integrasi Sistem Administrasi Kesehatan dan Kependudukan

27 views
0

SANGATTA- Integrasi pelayanan kesehatan dan administrasi kependudukan di Kutai Timur (Kutim) menjadi upaya baru menyederhanakan birokrasi. Sebuah ikhtiar untuk mendekatkan negara kepada pelayanan yang memuaskan. Di balik deretan berkas yang biasa menumpuk di meja pelayanan publik, Pemerintah Kabupaten Kutai Timur (Pemkab Kutim) memulai sebuah langkah korektif, menghapus sekat antara sistem kesehatan dan sistem administrasi kependudukan. Upaya ini ditandai dalam sebuah forum yang tak sekadar seremonial, yakni Rapat Koordinasi Bidang Kesehatan di Ruang Damar, Gedung Serbaguna, Bukit Pelangi, Jumat, (4/7/2025).

Pada hari itu, dua institusi yang selama ini berjalan dalam relnya masing-masing, Dinas Kesehatan dan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil), menandatangani nota kerja sama dengan jaringan fasilitas kesehatan di Kutim. Mulai dari RSUD Kudungga, rumah sakit swasta, klinik, hingga puskesmas di pelosok kecamatan. Intinya satu, menyederhanakan proses penerbitan dokumen penting seperti Akta Kelahiran, Akta Kematian, Kartu Identitas Anak (KIA), dan Surat Keterangan Lahir langsung dari titik layanan kesehatan.

“Saya sangat mengapresiasi kerja sama ini. Ini menyangkut kebutuhan dasar masyarakat di semua kecamatan,” kata Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Sekretaris Kabupaten Poniso Suryo Renggono yang hadir mewakili Bupati Kutim Ardiansyah Sulaiman.

Poniso menekankan bahwa kehadiran dokumen administrasi seharusnya tidak menjadi beban tambahan bagi warga yang sedang berhadapan dengan momen penting dalam hidup, yaitu kelahiran dan kematian. Sistem ini, lanjutnya, harus menghindari prosedur yang berbelit.

“Kalau ada surat rujukan, prosesnya jangan lama. Sistem rujukan dan pelayanan harus dibuat sesederhana mungkin,” ujarnya di hadapan para kepala dinas, tenaga kesehatan, dan perwakilan fasilitas layanan publik lainnya yang hadir.

Kerja sama ini bukan sekadar penyederhanaan teknis, tapi bagian dari pembenahan sistemik pelayanan publik.

Menurut Kepala Disdukcapil Jumeah, integrasi ini memungkinkan proses pencatatan sipil dilakukan secara real time dari titik layanan kesehatan. Tanpa warga harus datang sendiri ke kantor dinas.

Sementara Kepala Dinas Kesehatan dr Bahrani, menambahkan bahwa pendekatan ini juga akan mendorong peningkatan kualitas data kependudukan yang kerap menjadi persoalan saat menyusun program kesehatan masyarakat.

Rapat koordinasi ini menghasilkan sejumlah rekomendasi. Terutama soal pentingnya membangun sistem informasi lintas instansi yang dapat diakses secara cepat dan aman oleh para pemangku kepentingan. Hasilnya akan menjadi bahan pertimbangan Bupati untuk menyusun kebijakan strategis, termasuk penyesuaian penganggaran pada APBD Kutim agar pelayanan dasar bisa lebih optimal.

Namun di luar semua itu, yang tengah dibangun sesungguhnya adalah jembatan antara negara dan warganya, yang lahir, hidup, sakit, dan wafat. Tak semua masyarakat Kutim mampu mengakses kantor pelayanan sipil dengan mudah. Jalan panjang, waktu yang terbatas, dan pengetahuan administratif yang minim kerap membuat dokumen sipil menjadi kemewahan tersendiri. Maka ketika sistem rujukan dan pencatatan sipil menyatu di puskesmas terdekat, sesungguhnya negara sedang lebih mendekat.

Koordinasi lintas sektor ini juga membuka harapan bahwa data dan derita yang selama ini berada di ruang berbeda. Bisa dicatat dan ditangani bersamaan. Seorang anak yang lahir tidak hanya mendapat layanan medis, tapi juga langsung memiliki identitas hukum. Sebaliknya, seorang warga yang wafat tak perlu membuat keluarganya berkeliling membawa surat keterangan dari rumah ke rumah. Semua bisa selesai di tempat pelayanan pertama.

“Koordinasi itu gampang diucapkan, tapi tidak selalu mudah dilaksanakan,” ujar Poniso lugas.

Pernyataan itu bukan sekadar kritik internal, melainkan pengingat bahwa menyatukan sistem bukan perkara teknis semata, melainkan soal politik kebijakan, kepekaan sosial, dan ketulusan melayani. Jika rekomendasi rapat ini dijalankan sepenuhnya, Kutim berpotensi menjadi model kabupaten yang berhasil mengurai kerumitan birokrasi pelayanan dasar. Bukan dengan membangun gedung baru, melainkan dengan menata ulang hubungan antarinstansi, menyinkronkan data, dan memangkas belenggu administratif.

Karena pada akhirnya, pelayanan publik adalah soal kehadiran negara yang tak menyulitkan, tetapi menyentuh, mencatat, dan menenangkan. Di hari-hari ketika warga lahir atau wafat, negara harus hadir bukan hanya lewat tenaga medis, tapi juga lewat dokumen yang sah. Sebuah pengakuan hukum bahwa mereka pernah ada. (kopi4/kopi3)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini