TELUK PANDAN – Mediasi sengketa wilayah Kampung Sidrap antara Pemerintah Kabupaten Kutai Timur (Pemkab Kutim) dan Pemerintah Kota Bontang kembali menemui jalan buntu. Pertemuan yang difasilitasi Gubernur Kalimantan Timur Rudi Mas’ud, Senin (11/8/2025) di Kampung Sidrap, Desa Martadinata, Kecamatan Teluk Pandan, berakhir dengan kesepakatan untuk tidak sepakat.
Dalam forum tersebut, Pemkot Bontang kembali mengajukan usulan agar 163 hektar wilayah Kampung Sidrap dimasukkan ke dalam wilayah administratif Kota Bontang. Usulan itu langsung ditolak tegas oleh Bupati Kutai Timur Ardiansyah Sulaiman.

“Wilayah Kampung Sidrap secara sah menurut UU Nomor 47 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Timur, dan Kota Bontang,” ujar Ardiansyah, yang hadir bersama Wakil Bupati Mahyunadi, Ketua DPRD Kutim Jimmi, Kapolres Kutim AKBP Fauzan Arianto, Dandim 0909/Kutim Letkol Arh Ragil Setyo Yulianto, Kajari Kutim Reopan Saragih serta jajaran pejabat lainnya.
Ardiansyah menegaskan, terlepas dari polemik tapal batas, Pemkab Kutim tetap melayani warga Sidrap.
“Mulai dari pembangunan sekolah, akses jalan, penyediaan air minum bersih hingga pelayanan administrasi kependudukan. Bagi kami, yang utama adalah masyarakat diayomi dan dilayani,” tuturnya.
Sementara itu, Wali Kota Bontang Neni Moerniaeni berpendapat integrasi Sidrap ke wilayah Bontang akan memudahkan dan mengefisienkan pelayanan, mengingat sebagian kebutuhan warga selama ini dipenuhi melalui fasilitas di Bontang.
Perbedaan pandangan kedua kepala daerah membuat Gubernur Rudi Mas’ud memutuskan jalur hukum sebagai langkah lanjutan.

“Karena tidak ada titik temu, maka proses penyelesaian akan diteruskan ke Mahkamah Konstitusi. Semoga di sana bisa diperoleh keputusan final dan mengikat,” ujarnya.
Meski berbalut isu administratif, narasi yang mengemuka menunjukkan sengketa Sidrap juga sarat muatan politis. Polemik ini kerap mencuat menjelang momentum politik, dengan pelayanan publik menjadi alasan formal di tengah tarik-ulur kepentingan lokal.
Kini, nasib Kampung Sidrap menunggu ketukan palu Mahkamah Konstitusi, putusan yang diharapkan adil, final, dan mampu mengakhiri ketegangan dua daerah bertetangga ini. (kopi4/kopi3)