SANGATTA – Pemilihan ketua baru Pengurus Cabang Ikatan Bidan Indonesia (PC IBI) Kabupaten Kutai Timur (Kutim) akhirnya melahirkan sosok pemimpin yang sudah lama berkecimpung di organisasi. Dari lima kandidat yang maju dalam pemilihan periode 2023–2028, terpilih Bdn Yuliana Kalalembang, dengan perolehan suara mencapai 50,76 persen. Yuliana bukan orang baru di lingkungan IBI Kutim. Ia tercatat sebagai Sekretaris PC IBI selama dua periode atau sepuluh tahun terakhir.
Usai pemilihan, pengurus daerah IBI Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) Rusiah Dewi, melantik Yuliana bersama pengurus lainnya. Prosesi itu sekaligus menandai dimulainya kepemimpinan baru organisasi bidan terbesar di daerah ini.

Dalam visinya, Yuliana menegaskan IBI Kutim harus menjadi mitra yang andal bagi semua pihak dalam mendukung terwujudnya visi-misi pembangunan Kutim 2030. Untuk mencapai hal tersebut, ia merumuskan empat misi utama. Meliputi peningkatan sumber daya manusia dan profesionalisme anggota, peran aktif dalam menurunkan angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) termasuk stunting, penguatan organisasi hingga ke ranting. Serta peningkatan kemitraan lintas sektor.
Namun, di balik visi yang terukur, tantangan besar menanti. Data menunjukkan, hanya 16,7 persen bidan di Kutim yang memiliki pendidikan profesi. Padahal, sesuai Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan, mulai 2026 bidan yang belum berpendidikan profesi tidak diperkenankan membuka praktik mandiri. Kondisi ini berpotensi mengurangi jumlah praktik mandiri bidan (PMB) di daerah, sementara tenaga bidan lulusan D3 hanya boleh bekerja di layanan kesehatan tanpa membuka praktik sendiri.
Yuliana menyampaikan sejumlah harapan agar pemerintah daerah, khususnya Dinas Kesehatan, mempermudah izin belajar bagi para bidan. Ia juga mendorong agar pemerintah menfasilitasi pendidikan profesi hingga 60 persen pada 2030, bermitra dengan berbagai kampus untuk mengejar target tersebut. Selain itu, keterlibatan sektor swasta juga diharapkan dalam mendukung pelayanan kesehatan ibu, bayi, dan anak termasuk penanganan stunting.

Tak hanya soal pendidikan, kebutuhan sarana dan prasarana juga menjadi perhatian. Menurut Yuliana, para bidan memerlukan dukungan berupa fasilitas penunjang, mulai dari bidan kit, IUD kit, hingga pelatihan kompetensi. Ia juga menekankan pentingnya tersedianya sekretariat PC IBI Kutim sebagai wadah koordinasi dan konsultasi bagi anggota dari seluruh kecamatan.
“Pengurus cabang akan terus mendorong semangat anggota dalam meningkatkan SDM dan profesionalisme agar mampu memberikan pelayanan yang berkualitas,” ujar Yuliana belum lama ini.

Dengan kepemimpinan baru ini, IBI Kutim menghadapi jalan panjang yang penuh tantangan. Tetapi dengan strategi, dukungan lintas sektor, serta tekad meningkatkan kualitas profesi, para bidan Kutim diharapkan mampu menjadi garda terdepan dalam mewujudkan kesehatan ibu dan anak yang lebih baik di masa depan. (kopi3)