Kepala Bidang Penegakan Peraturan Perundang-Undangan (PPU) Satpol PP Kutim Landudi . Foto : Ist
SANGATTA – Suasana aula pertemuan di Sangatta Utara saat itu tampak ramai. Sejumlah perwakilan dari kecamatan dan desa duduk berjejer, menyimak pemaparan petugas berseragam cokelat tua dari Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Kutai Timur (Kutim). Mereka tengah mengikuti Sosialisasi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Ketertiban Umum, Ketentraman Masyarakat, dan Perlindungan Masyarakat. Sebuah regulasi yang diharapkan menjadi pedoman bagi aparat daerah dalam menata wajah kota dan menjaga kenyamanan publik.
Kasatpol PP Kutim Fata Hidayat melalui Kepala Bidang Penegakan Peraturan Perundang-Undangan (PPU) Landudi menuturkan, sejumlah pasal dalam perda tersebut menjadi perhatian utama dalam kegiatan sosialisasi yang digelar selama dua hari itu. Salah satu yang paling ditekankan adalah Pasal 26 dan 27 yang mengatur tentang izin pemasangan reklame.
“Ada beberapa poin penting yang kami tekankan, termasuk dalam Pasal 26 dan 27 yang mengatur tentang izin pemasangan reklame,” ujar Landudi, Kamis (30/10/2025).

Menurutnya, setiap individu atau badan usaha yang hendak memasang reklame diwajibkan memiliki izin resmi dari pejabat berwenang. Serta mencantumkan tanda bukti pembayaran pajak. Ketentuan ini bukan sekadar administrasi, tetapi bentuk tanggung jawab hukum yang mengikat semua pihak.
“Apabila masa tayangnya sudah berakhir, maka pihak berwenang berhak mencabut atau membongkar reklame tersebut,” jelasnya.
Landudi menuturkan, sasaran utama sosialisasi kali ini adalah aparat pemerintah kecamatan dan desa. Mereka diharapkan memahami substansi perda agar mampu menegakkan aturan secara proporsional di lapangan.
“Kami berharap kegiatan ini menambah wawasan para aparat sehingga bisa diterapkan demi ketertiban dan kemajuan daerah,” terang Landudi.
Ia menegaskan, Satpol PP tidak serta-merta mengambil tindakan tanpa koordinasi. Proses penertiban selalu melibatkan instansi teknis, terutama Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), yang memiliki kewenangan dalam penerbitan izin.
“Kami tidak serta-merta melakukan penertiban. Biasanya kami berkoordinasi dengan dinas terkait, khususnya DPMPTSP yang berwenang mengeluarkan izin. Setelah ada arahan, baru kami lakukan tindakan seperti pembongkaran,” imbuhnya.
Landudi juga mengingatkan, ketentuan izin reklame bukanlah bentuk pembatasan, melainkan upaya untuk menciptakan ketertiban ruang publik sekaligus mendukung peningkatan pendapatan asli daerah (PAD).
“Kalau semua tertib administrasi, daerah juga diuntungkan karena ada kontribusi bagi PAD Kutim,” kata Landudi.
Ia menilai, reklame yang dikelola secara tertib dan berizin dapat memberi manfaat ekonomi serta mempercantik kota. Sebaliknya, reklame liar justru merusak estetika dan menimbulkan kesemrawutan visual.
“Kami ingin masyarakat ikut mendukung dengan cara mengikuti prosedur yang berlaku. Kalau semuanya taat, tentu manfaatnya akan dirasakan bersama,” tuturnya.
Tak hanya membahas soal reklame, sosialisasi juga menyinggung pentingnya menjaga ketentraman dan ketertiban umum di lingkungan masyarakat. Regulasi ini menjadi pijakan bagi warga untuk berperan aktif dalam menciptakan suasana aman dan tenteram di wilayahnya masing-masing.
“Perda ini bukan hanya soal reklame, tapi juga tentang bagaimana masyarakat berperan dalam menjaga ketenangan dan kenyamanan di wilayahnya masing-masing,” tambah Landudi.
Sebagai bagian dari kegiatan, Satpol PP Kutim menghadirkan narasumber dari kalangan akademisi, Harry Setya Nugraha, dari Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Samarinda. Kehadirannya memberi penjelasan mendalam mengenai aspek yuridis dan penerapan perda dalam konteks pemerintahan daerah.
Melalui kegiatan ini, Satpol PP Kutim berharap seluruh aparat desa dan kecamatan dapat menjadi mitra aktif dalam menegakkan aturan, serta menjadi motor penggerak terciptanya lingkungan yang tertib, aman, dan nyaman bagi seluruh warga Kutim. (kopi14/kopi3)

































