Paskibraka Kutim saat menubtasjan tugas dalam upacara penurunan bendera.Foto: Nami/Pro Kutim
SANGATTA – Momentum penurunan Bendera Merah Putih pada peringatan HUT ke-80 RI di Kutai Timur (Kutim) menjadi momen bersejarah bagi empat putra-putri terbaik daerah yang terpilih sebagai Pasukan Pengibar Bendera (Paskibraka). Mereka adalah Muhammad Aqil Rizqullah, Wahyu Putra Pratama, Aldi Sari Jaya, dan Zahra Ayu Ragil Waku, yang masing-masing mengemban tugas penting dalam upacara sakral tersebut.
Penggerek Bendera yakni Muhammad Aqil Rizqullah, atau akrab disapa Aqil, lahir di Sangatta pada 20 Desember 2008. Siswa SMK Negeri 2 Sangatta Utara, putra dari pasangan Aziz Nurdin dan Kasmawati ini, dipercaya sebagai penggerek bendera pada upacara penurunan Sang Merah Putih.

Dengan rasa syukur yang mendalam, Aqil mengungkapkan, merasa bangga bisa mendapat kesempatan ini.
“Semoga ini bisa menjadi pengalaman berharga untuk masa depan saya,” ucapnya kepada Pro Kutim.

Pembentang Bendera yakni Wahyu Putra Pratama, juga berasal dari SMK Negeri 2 Sangatta Utara. Remaja kelahiran Samarinda, 22 Februari 2009, ini bertugas sebagai pembentang bendera. Putra kebanggaan dari Suryadi Wahyu Wibowo dan Ade Husnul Wahidah ini tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya.

“Saya merasa senang dan bangga bisa menjadi bagian dari Paskibraka. Ke depannya, saya berharap bisa terus berbuat lebih baik dan membanggakan orang tua serta daerah,” tuturnya dengan senyum.

Sementara itu, Komandan Kelompok Aldi Sari Jaya, siswa SMA Negeri 1 Sangatta Utara, memiliki peran sentral sebagai Komandan Kelompok (Danpok). Lahir di Sangatta pada 8 Juni 2008, Aldi adalah putra dari pasangan Sarifudin dan Masnih.

“Saya sangat senang karena penurunan bendera hari ini berjalan lancar. Semoga ke depan saya bisa menjadi pribadi yang lebih baik lagi,” ujarnya penuh semangat.

Dan selanjutnya, Pembawa Bendera yakni Zahra Ayu Ragil Waku melengkapi formasi inti Paskibraka. Siswi SMA Negeri 1 Batu Ampar ini lahir di Batu Timbau pada 13 Oktober 2008. Sebagai putri dari almarhum Slamet Budiono dan Aisyah, Zahra mengaku sempat merasa grogi saat harus membawa Sang Merah Putih.

“Awalnya gemetar dan ragu, tapi alhamdulillah semua bisa berjalan lancar. Latihan selama sebulan penuh ternyata membuahkan hasil. Saya berharap generasi selanjutnya bisa lebih baik lagi,” kata Zahra dengan haru.
Keempat putra-putri terbaik Kutim ini telah mengukir sejarah dengan dedikasi dan semangat mereka dalam menjalankan tugas sebagai Paskibraka. Mereka tidak hanya menjadi kebanggaan keluarga, tetapi juga inspirasi bagi generasi muda Kutai Timur untuk terus berprestasi dan memberikan yang terbaik bagi bangsa dan negara.(kopi8/kopi13/kopi3)