Beranda Kutai Timur Muara Pahu, “Rumah” Bupati Kutim yang Tak Dilupakan

Muara Pahu, “Rumah” Bupati Kutim yang Tak Dilupakan

692 views
0

Kedatangan Bupati Kutim Ardiansyah Sulaiman ke tempat kelahirannya di Muara Pahu disambut hangat. Foto: Dewi/Pro Kutim

MUARA PAHU – Di tepian Sungai Mahakam, malam itu terasa berbeda. Minggu, (24/8/2025), Kecamatan Muara Pahu, Kabupaten Kutai Barat, menjadi pusat perhatian. Lampu-lampu jalan menyala terang, masyarakat berbondong-bondong. Mereka datang dari berbagai penjuru, dari Teluk Tempudau, Tanjung Laong, hingga Kampung Mendung. Tujuannya satu, menyambut pulang seorang anak daerah yang kini menjabat sebagai Bupati Kutai Timur (Kutim) Ardiansyah Sulaiman.

Kunjungan ini bukan sekadar agenda resmi seorang kepala daerah, melainkan sebuah perjalanan pulang ke tanah kelahiran. Ardiansyah lahir di Muara Pahu, sebuah wilayah yang pernah ia tinggalkan pada 1975 untuk melanjutkan pendidikan dan merintis karier. Sejak itu, langkah hidupnya membawanya jauh hingga dipercaya memimpin Kutim. Namun, di balik perjalanan panjang itu, jejak masa kecil dan kenangan di tanah kelahiran tetap melekat kuat.


Kedatangan Ardiansyah disambut meriah. Wakil Bupati Kutai Barat (Kubar) Nanang Adriani bersama istrinya berdiri di barisan depan penyambutan. Camat Muara Pahu Maulidin Said, juga hadir bersama istri, didampingi jajaran pemerintah kecamatan. Suasana keakraban terpancar jelas. Begitu tiba, Ardiansyah langsung disambut dengan pelukan keluarga besar dan kerabat yang sudah lama menantinya.

Tak hanya keluarga, masyarakat dari 12 kampung di Muara Pahu turut larut dalam suasana haru. Sebagian bahkan rela berjalan kaki jauh untuk menyaksikan langsung momen bersejarah ini. Mereka membawa senyum, sebagian menyalami, sebagian lain menyapa dengan panggilan akrab masa kecil yang hanya mereka yang pernah tumbuh bersama Ardiansyah yang mengingatnya.

Camat Muara Pahu Maulidin Said, tak bisa menyembunyikan kebanggaannya.

“Momen ini sebagai kebanggaan tersendiri bagi masyarakat Muara Pahu yang terus menjaga kekompakan dan budaya kekeluargaan,” ujarnya.

Kehangatan yang ditunjukkan malam itu bukan sekadar formalitas sambutan pejabat, tetapi sebuah ekspresi emosional, eorang putra daerah yang kembali pulang dengan cerita panjang keberhasilan.

Malam itu, Bupati Kutim Ardiansyah Sulaiman menyampaikan rasa syukur dan terima kasih atas sambutan yang begitu hangat. Baginya, pulang ke Muara Pahu bukan hanya kembali ke kampung halaman, tetapi juga kembali pada sumber semangat yang membentuk dirinya.

“Kampung halaman selalu menjadi sumber semangat dan doa. Dari sini saya belajar arti kebersamaan, gotong royong, dan kecintaan terhadap tanah kelahiran. Nilai-nilai itu yang terus saya bawa dalam menjalankan amanah sebagai pemimpin,” tutur Ardiansyah.

Pernyataannya itu membuat sebagian masyarakat terdiam. Mereka seakan diajak kembali pada masa-masa kecil Ardiansyah, ketika ia tumbuh di tepi sungai, bermain bersama anak-anak kampung, dan menyerap nilai gotong royong yang menjadi ciri khas masyarakat Muara Pahu.

Bagi Ardiansyah, pendidikan nilai yang ia dapatkan di kampung halaman menjadi fondasi kuat dalam perjalanan politiknya. Ia percaya, tanpa doa dan restu tanah kelahiran, langkah hidupnya tidak akan sampai sejauh ini.

Kunjungan Ardiansyah malam itu lebih menyerupai silaturahmi keluarga besar ketimbang agenda protokoler. Masyarakat menyajikan makanan tradisional, para tetua adat menyampaikan doa agar Ardiansyah senantiasa diberi kesehatan dan kekuatan dalam memimpin.

Suasana hangat itu seolah menghapus jarak antara seorang bupati dengan warga setempat. Ardiansyah duduk bersahaja, mendengarkan cerita warga tentang perkembangan kampung, hingga sesekali tertawa ketika mengenang masa lalu.

Di sela acara, beberapa warga tampak emosional. Bagi mereka, melihat seorang anak kampung yang kini menjadi pemimpin daerah besar adalah sumber inspirasi. Ia membuktikan bahwa akar budaya dan pendidikan dari kampung kecil pun bisa melahirkan pemimpin yang dihormati. Kunjungan ke Muara Pahu ini bukan sekadar perjalanan nostalgia. Kehadiran Ardiansyah menjadi simbol penting bahwa setiap pemimpin lahir dari akar budaya dan lingkungan tempat ia tumbuh. Ia menegaskan, keberhasilan tidak pernah bisa dipisahkan dari nilai dan doa tanah kelahiran.

Bagi masyarakat Muara Pahu, kehadiran Ardiansyah menjadi pengingat bahwa mereka tetap bagian dari perjalanan panjang seorang pemimpin. Hubungan emosional itu tidak hanya terjalin karena ikatan darah, melainkan karena rasa memiliki yang tumbuh bersama sejak kecil.

Muara Pahu malam itu menjadi saksi bisu sebuah pertemuan. Seorang bupati yang kembali sebagai anak kampung. Dari tepian sungai yang sunyi hingga keramaian malam penyambutan, semuanya berpadu dalam satu makna pulang ke akar.

Perjalanan Ardiansyah ke tanah kelahiran meneguhkan satu hal, kesuksesan seorang pemimpin tidak pernah berdiri sendiri. Ia lahir dari doa orang tua, dukungan kerabat, nilai gotong royong masyarakat, serta cinta kampung halaman. Kunjungan ini menjadi momentum berharga, tidak hanya bagi Ardiansyah, tetapi juga bagi masyarakat Muara Pahu. Sebab, di balik sambutan hangat itu, tersimpan harapan agar nilai-nilai kebersamaan yang pernah ia bawa dari kampung tetap menjadi dasar dalam memimpin Kutim ke depan. (kopi15/kopi13/kopi3)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini