Beranda Kutai Timur Kutai Timur Lawan TBC dari Desa

Kutai Timur Lawan TBC dari Desa

117 views
0

Ketua DPPM Kutim sekaligus Ketua TP PKK, Ny Hj Siti Robiah hadiri deteksi dini TBC (Tuberkulosis) lewat program Active Case Finding (ACF) dengan layanan radiografi toraks mobile. Foto: istimewa

MUARA BENGKAL – Di ujung timur Kalimantan, suara kompresor mesin mobil radiografi toraks mengaum pelan di halaman Puskesmas Pembantu Desa Benua Baru, Kecamatan Muara Bengkal, Kabupaten Kutai Timur (Kutim), Senin pagi itu (14/4/2025). Satu per satu warga dari berbagai dusun antre rapi, menanti giliran menjalani pemeriksaan dada. Pemerintah Kabupaten Kutim, melalui Dinas Kesehatan dan didukung District Public Private Mix (DPPM), tengah menjalankan langkah serius. Yakni deteksi dini TBC (Tuberkulosis) lewat program Active Case Finding (ACF) dengan layanan radiografi toraks mobile.

Program dari Kementerian Kesehatan Republik Indoinesia ini bukan sekadar simbol kehadiran Pemkab di desa. Di tengah keterbatasan akses fasilitas kesehatan, alat canggih yang biasa hanya ada di rumah sakit besar itu kini menyambangi warga langsung. Tujuannya jelas, menemukan penderita TBC sedini mungkin, memutus mata rantai penularan, dan menjawab target besar, Indonesia bebas TBC di 2030.

Menurut Kepala Dinas Kesehatan Kutim dr Bahrani Hasanal, kegiatan ini tak bisa ditunda.

“Satu penderita TBC bisa menularkan ke 10 orang. Kalau tidak kita tangani sekarang, eliminasi TBC pada 2030 bisa jadi angan-angan saja,” tegasnya.

Ia menyebut, Muara Bengkal hanyalah satu dari 13 kecamatan yang menjadi titik deteksi. Di hari yang sama, tim lainnya juga bergerak di Kecamatan Kombeng.

TBC, meski tak sepopuler COVID-19 dalam obrolan sehari-hari, tetap menjadi pembunuh senyap. Data Kementerian Kesehatan RI menunjukkan, Indonesia menduduki peringkat kedua dunia dalam jumlah penderita TBC setelah India. Kutim pun tidak imun. Justru di daerah terpencil, deteksi dan penanganan kerap terkendala oleh minimnya alat dan jarak yang jauh dari layanan kesehatan rujukan.

“Teknologi ini penting. Dengan toraks digital, kita bisa tahu lebih awal siapa yang terinfeksi, bahkan sebelum gejalanya muncul parah. Ini menyelamatkan banyak nyawa,” ujar dr Ivan Hariyadi yang merupakan Kepala Seksi P2PM Dinkes Provinsi Kaltim, yang hadir memantau jalannya program.

Tak hanya para tenaga medis yang turun tangan. Ketua DPPM Kutim sekaligus Ketua TP PKK, Ny Hj Siti Robiah, turut turun ke lapangan. Ia mengajak para Ketua TP PKK Kecamatan hingga kader desa untuk aktif menyosialisasikan pentingnya pemeriksaan ini.

“Penyuluhan harus menjangkau rumah ke rumah. Jangan biarkan masyarakat hanya tahu TBC dari cerita orang. Kita bawa faktanya, kita ajarkan pencegahannya,” kata Siti.

Sebagai bentuk dukungan moral dan kesehatan, ia juga membagikan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) kepada warga yang mengikuti pemeriksaan. Bersama dr Bahrani, ia mendatangi tenda pemeriksaan dan berdialog langsung dengan warga, mayoritas petani dan ibu rumah tangga.

Program ini memang tak bisa berdiri sendiri. Perlu sinergi lintas sektor. Mulai dari kesehatan, pendidikan, hingga tokoh adat. Kutim, dengan pendekatan kolaboratif, mencoba menjawab tantangan itu.

“Kami juga ingin libatkan sekolah. Anak-anak harus belajar sejak dini tentang pola hidup sehat, cara batuk yang benar, dan pentingnya udara bersih,” imbuh Siti Robiah.

Camat Muara Bengkal Nur Hadi, tak bisa menyembunyikan rasa optimisnya. Dalam sehari, 200 warga tercatat menjalani pemeriksaan.

“Artinya, kesadaran mulai tumbuh. Kalau bisa rutin setiap tahun, pasti akan sangat berdampak,” ujarnya.

Meski pelaksanaannya hanya sehari, jejak program ACF ini akan terasa jauh lebih lama. Dengan data yang dikumpulkan, peta penyebaran TBC di Kutim bisa dianalisis lebih tajam. Intervensi bisa lebih terarah. Dan yang terpenting, nyawa bisa diselamatkan sebelum penyakit ini berkembang lebih jauh.

Dari balik tenda pemeriksaan, seorang ibu muda tampak lega usai menjalani rontgen. Ia tak tahu pasti apa itu “radiografi toraks”, tapi ia tahu satu hal, kalau ia sehat, anaknya bisa sekolah terus.

Begitulah, perang terhadap TBC di Kutim bukan lagi soal program teknis. Ini tentang hak warga untuk hidup sehat, di mana pun mereka tinggal. Dan dengan toraks mobile yang menjangkau desa-desa, Kutim telah menyalakan lampu hijau menuju Indonesia tanpa TBC. (*/kopi3)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini