Beranda Hukum Dusun Sidrap Tetap Kutai Timur, Pemkab Tegas Tolak Usulan Bontang

Dusun Sidrap Tetap Kutai Timur, Pemkab Tegas Tolak Usulan Bontang

333 views
0

Foto: Bella/ Miftah/ Pro Kutim

JAKARTA – Ketegangan administratif antara Kabupaten Kutai Timur (Kutim) dan Kota Bontang kembali mengemuka. Sidrap, sebuah dusun kecil Kalimantan Timur (Kaltim), menjadi titik sengketa dua wilayah yang masing-masing mengklaim kewenangan atasnya. Mediasi lanjutan yang digelar di Gedung Badan Penghubung Provinsi Kaltim, Jakarta, Kamis, (31/7/2025), belum menemukan titik temu.

Forum yang dipimpin langsung Gubernur Kaltim Rudi Mas’ud dan dihadiri para pihak, termasuk Kementerian Dalam Negeri dan kepala daerah masing-masing, tak menghasilkan kesepakatan final. Pemkab Kutim tetap bergeming, Sidrap adalah bagian sah dari wilayahnya, mengacu pada regulasi dan dokumen resmi yang tak berubah sejak pembentukan Kota Bontang.

“Kami berpegang pada Undang-Undang (UU) Nomor 47 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2000. Sidrap tidak pernah disebut sebagai bagian dari wilayah administratif Bontang,” tegas Bupati Kutim H Ardiansyah Sulaiman.

Ia menyitir Pasal 7 UU Nomor 47 Tahun 1999 yang menyebutkan batas Kota Bontang hanya meliputi Kecamatan Bontang Utara, Barat, dan Selatan, tanpa mencantumkan Sidrap. Kukuh pada argumen hukum, Pemkab Kutim juga menolak usulan resmi Pemerintah Kota Bontang dalam forum mediasi, yang menginginkan Sidrap masuk ke dalam wilayah mereka. Meski demikian, Ardiansyah memastikan pihaknya tetap terbuka terhadap proses mediasi, selama dilandasi asas keadilan dan kepastian hukum.

“Kami tidak menolak dialog. Tapi mari duduk bersama di atas dasar hukum yang sama, bukan klaim sepihak,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua DPRD Kutim Jimmi juga menyatakan bahwa penyelesaian masalah ini harus dijalankan secara kekeluargaan. Tanpa mengabaikan norma hukum.

“Kami ingin solusi, bukan konflik. Tapi batas wilayah tidak bisa dinegosiasikan berdasarkan tekanan atau keinginan sepihak,” ucapnya.

Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan Kemendagri Safrizal, menyatakan bahwa jika mediasi belum menghasilkan keputusan, maka Gubernur akan bertindak sebagai pengambil keputusan awal. Jika perlu, hasil mediasi akan dilanjutkan ke Pemerintah Pusat melalui Kemendagri.

“Konflik batas wilayah harus diselesaikan rasional, tanpa emosi, dan dengan memprioritaskan pelayanan publik,” kata Safrizal.

Sebagai bagian dari kelanjutan proses, disepakati akan dilakukan survei lapangan oleh Gubernur Kaltim bersama tim teknis dari kedua daerah. Hasilnya kelak akan dilaporkan ke Mahkamah Konstitusi sebagai rujukan pengambilan keputusan final. Gubernur Rudi Mas’ud menegaskan posisi Pemerintah Provinsi Kaltim sebagai pihak netral dan fasilitator.

“Kami siap memediasi secara terbuka dan seimbang. Yang utama, masyarakat tetap mendapatkan pelayanan terbaik dan wilayah tetap kondusif,” ujarnya.

Meski status hukum belum final, Pemkab Kutim menyatakan akan tetap menjalankan pembangunan di Sidrap sebagaimana wilayah sah lainnya.

“Kutim punya kewajiban membangun wilayah kami, termasuk Sidrap. Regulasi belum berubah, dan kami menghormatinya,” ucap Ardiansyah.

Sidrap pun, hingga kini, masih menunggu jawaban pasti dari negara atas status yang ada. Mediasi ini bukan sekadar soal batas wilayah, tetapi soal jaminan pelayanan, hak administratif, dan legitimasi pemerintahan yang sah bagi warga Sidrap. Dalam pusaran tarik-ulur batas, kepastian hukum menjadi satu-satunya jangkar harapan. (kopi8/kopi4/kopi3)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini