Wakil Bupati Kutim Mahyunadi saat diwawancarai awak media. Foto: Nami/Pro Kutim
SANGATTA – Wakil Bupati Kutai Timur (Kutim) Mahyunadi menekankan pentingnya riset bibit sawit lokal yang sesuai dengan karakter tanah Kutai Timur (Kutim) untuk mengurangi ketergantungan pada bibit dari Sumatera. Hal ini diungkapkan dalam kunjungan Tim Sustainable Landscape of Palm Oil Initiative (SLPI) United Nations Development Programme (UNDP) di Pelangi Room Hotel Royal Victoria, Rabu (10/9/2025).
“Kalau di Sumatera bisa, kenapa Kutim tidak?” ujar Mahyunadi, memotivasi agar Kutim dapat mandiri dalam penyediaan bibit sawit.
Ia menjelaskan bahwa selama ini Kutim sepenuhnya mengandalkan bibit dari luar daerah, terutama Sumatera. Padahal, potensi riset lokal dapat membuka jalan bagi kemandirian bibit yang lebih sesuai dengan kondisi alam Kutim.
Mahyunadi mengakui bahwa kendala utama selama ini adalah belum adanya riset yang dilakukan.
“Belum ada ide ke arah sana. Makanya saya mendorong agar Kutim memulai langkah ini. Kalau ada riset, nanti bisa diarahkan untuk dibiayai oleh daerah,” jelasnya.
Ia menambahkan, riset sawit memerlukan waktu yang panjang, idealnya mencakup satu siklus tanam sawit, sekitar 20–25 tahun, untuk mengetahui daya hidup hingga produktivitas buah. Namun, dengan kerja sama dan teknologi, riset dapat dipercepat.
“Kalau riset terfokus, mungkin 5 tahun ke depan kita sudah bisa mulai menghasilkan bibit yang sesuai tanah Kutim,” harapnya.
Dalam pertemuan tersebut, Pemkab Kutim dan UNDP juga membahas komitmen daerah melalui Rencana Aksi Daerah Kelapa Sawit Berkelanjutan (RAD KSB) yang selaras dengan strategi ekonomi hijau Kaltim serta target nasional dalam RAN KSB. Hal ini menunjukkan keseriusan Kutim dalam mewujudkan industri kelapa sawit yang berkelanjutan.
Selain itu, Forum Multipihak Pembangunan Berkelanjutan Kutai Timur (Formika) didorong untuk memperkuat kolaborasi lintas pihak. Forum ini diharapkan menjadi model kemitraan antara pemerintah, perusahaan, koperasi, dan masyarakat dalam merancang solusi bersama.
UNDP Indonesia turut memperkenalkan metodologi Effective Collaborative Action (ECA) guna memperkuat kerja sama tersebut, memastikan semua pihak terlibat aktif dalam pembangunan berkelanjutan. Sebagai bagian dari agenda, tim UNDP SLPI juga akan melakukan kunjungan lapangan ke desa Muara Bengalon, Tepian Baru, dan Miau Baru.
Kunjungan ini diharapkan dapat memberikan gambaran nyata mengenai tantangan yang dihadapi petani serta inovasi lokal yang dapat menjaga komoditas sawit agar tetap berkelanjutan.
Dengan riset bibit lokal yang terencana, Kutim diharapkan tidak hanya meningkatkan produktivitas sawit, tetapi juga mengurangi deforestasi, menjaga kelestarian lingkungan, dan memperbaiki kesejahteraan masyarakat. Langkah ini diharapkan menjadi contoh bagi daerah lain dalam mengembangkan industri kelapa sawit yang berkelanjutan dan mandiri.(*/kopi13/kopi3)