Foto: Bagus/ Pro Kutim
BENGALON – Sepenggal asa tumbuh dari hamparan 100 hektare lahan pertanian di Desa Sekerat, Kabupaten Kutai Timur (Kutim). Lahan ini digadang-gadang menjadi fondasi dari cita-cita besar Pemkab Kutim, mentransformasi petani desa menjadi pengusaha tani. Sebuah gerakan yang dirancang untuk menjawab tantangan zaman, sekaligus merevolusi wajah pertanian lokal dengan pendekatan teknologi dan kolaborasi.
“Pertanian adalah salah satu program prioritas kami. Desa-desa di Kutai Timur menyimpan potensi besar sebagai lumbung pangan daerah, dan kami ingin mengembangkannya secara modern,” kata Bupati Kutim H Ardiansyah Sulaiman, dalam sebuah kegiatan pembukaan lahan pertanian di Desa Sekerat.

Potensi itu terlihat jelas di Sekerat, sebuah desa pesisir yang dikenal dengan lahan pertaniannya yang luas. Dengan dukungan pemerintah, kini desa ini bakal menjadi laboratorium hidup bagi pertanian berbasis teknologi. Mulai dari pemberian alat pertanian modern, hingga pengenalan sistem pemupukan menggunakan drone. Semua diarahkan untuk satu tujuan, efisiensi, produktivitas, dan daya saing global.
Langkah konkret pemerintah tak hanya berhenti di alat. Melalui Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Peternakan, mereka juga diminta untuk mengidentifikasi jenis tanaman unggulan yang sesuai dengan karakteristik lahan. Dengan pendekatan ini, setiap tetes keringat petani diarahkan pada komoditas bernilai ekonomi tinggi. Namun, modernisasi tidak sekadar soal teknologi.

“Kami mendorong petani, khususnya generasi muda, untuk berkolaborasi dengan pelaku usaha. Petani tidak lagi diposisikan sebagai pekerja tradisional. Mereka harus menjadi pengusaha tani. Pemilik usaha agrikultur,” ujarnya Ardiansyah yang ingin mengubah pola pikir warga.
Pemerintah percaya, kemajuan teknologi menjadi pintu masuk bagi transformasi besar ini. Di tengah persaingan usaha yang semakin ketat, petani yang melek teknologi dan paham manajemen usaha akan memiliki peluang lebih besar untuk bertahan dan tumbuh. Desa, dalam visi ini, tidak lagi sekadar penghasil bahan mentah, melainkan menjadi pusat pengolahan dan pengembangan agribisnis modern.

Langkah ini dinilai relevan dengan arah kebijakan nasional yang mendorong kemandirian pangan dan industrialisasi pertanian berbasis desa. Dengan dukungan penuh dari berbagai sektor, bukan mustahil bila Desa Sekerat akan menjadi model pertanian modern berbasis kolaborasi dan inovasi.
Ke depan, dari balik ladang yang mulai diolah dengan drone, dari tangan petani yang kini belajar memegang ponsel dan aplikasi manajemen tanam, gerakan sunyi ini menggaungkan pesan besar. Petani desa sedang menata masa depannya. Bukan lagi sebagai simbol keterbelakangan, melainkan sebagai penggerak ekonomi baru.

Pemerintah mengharapkan para petani muda berkolaborasi dengan pengusaha dalam mengembangkan pertanian. Sehingga petani bisa maju dan berkembang sebagai pengusaha tani. Bukan lagi menjadi slogan petani desa, tapi pengusaha tani. Dengan kemajuan teknologi memungkinkan para petani menjadi pengusaha tani di tengah persaingan usaha global.
Seperti kata Bupati, “Kami tidak ingin slogan ‘petani desa’ hanya menjadi romantisme. Kami ingin mereka benar-benar menjadi pengusaha tani, dengan semangat modern, kolaboratif, dan berdaya saing tinggi.” (kopi7/kopi3)