Bupati Kutai Timur Hadiri Natal BAMAG se- Kutai Timur di gedung Yayasan Christian Center (YCC) pada Kamis (19/1/2023). Foto: Vian Pro Kutim
SANGATTA- Ada beragam suku, budaya dan agama yang mewarnai kebhinekaan, sehingga tidak berlebihan jika Kutai Timur disebut sebagai miniatur Indonesia. Karena keberagaman atau kebhinekaan sebuah hal yang sensitif dan tak bisa dihindari, maka harus dijaga serta dirawat sebagai modal besar pembangunan.
“Visi Pemerintah Kabupaten Kutai Timur saat ini adalah Menata Kutim Sejahtera Untuk Semua. Apapun latar belakangnya, baik suku, agama, budaya adat istiadat dan keyakinan seseorang, mereka punya hak yang sama dalam menikmati hasil-hasil hasil pembangunan,” kata Bupati Ardiansyah Sulaiman saat menghadiri perayaan Natal bersama Badan Musyawarah Antar Gereja (BAMAG) se- Kutai Timur di gedung Yayasan Christian Center (YCC) pada Kamis (19/1/2023).

Selanjutnya Ardiansyah mengajak seluruh masyarakat untuk merajut kebhinekaan tersebut dengan baik. Tidak ada pengecualian ataupun anak emas yang artinya semua warga punya kesempatan sama. Dalam menikmati maupun mengisi pembangunan di Kutim.
“Ibarat makanan, jika yang disajikan hanya satu jenis makanan saja tentu tidak nikmat dan sehat, harus ada tambahan lauk pauknya baru terasa nikmat. Itu sekadar contoh bagaimana menilai sebuah keberagaman,” terang Ardiansyah.

Sedikit diingatkan kembali olehnya, pada kegiatan HUT ke 66 Pemprov Kaltim, Kutim meraih 5 panji keberhasilan pembangunan. Keberhasilan meraih panji tingkat Kaltim tersebut tak lepas dari kontribusi umat Kristen dan warga Kutim secara umum. Penghargaan dimaksud adalah bukti nyata keberhasilan pembangunan di Kutim.
“Tidak bisa dipungkiri ada kontribusi dari masyarakat Kristen yang menjaga, merajut dan merawat kebhinnekaan. Ini menjadi modal besar mengisi pembangunan,” tegasnya.

Sebelumnya Pendeta Milton Pardosi dalam pesan Natal menyampaikan bahwa jemaat harus memiliki kepekaan kepada suara Tuhan. Tuhan pasti akan memberikan jalan lain atau solusi saat umat-Nya dalam persoalan, asalkan memiliki sensitivitas suara Tuhan.

“Kurangi atau abaikan saja yang bukan suara Tuhan. Karena jika ini dilakukan akan membuat anda tidak dengar-dengaran, bahkan hubungan dengan Tuhan menjadi renggang, kesetiaan kita kepada-Nya bisa pudar,” ujar Pendeta Milton yang juga menjadi rektor di Universitas Advent Indonesia di Bandung.
Ia menambahkan, ada tiga prinsip yang harus dilakukan jemaat untuk tetap setia kepada Tuhan. Yaitu jangan keraskan hati saat mendengarkan firman-Nya, fokuskan telingamu untuk mendengar suara-Nya dan terakhir konsisten membaca sabda-Nya. (kopi4/kopi3)