Foto: Fuji Prokutim
SANGATTA – Langit industri energi Indonesia kian cerah. Di tepi timur Kalimantan, tepatnya di Kabupaten Kutai Timur (Kutim), pemerintah menapaki langkah strategis menuju kemandirian energi nasional. Melalui proyek hilirisasi batu bara menjadi Dimethyl Ether (DME), daerah penghasil 42,8 persen batu bara nasional ini bersiap menorehkan sejarah baru: beralih dari pengekspor bahan mentah menjadi produsen energi bernilai tambah tinggi.
“Hilirisasi adalah strategi utama pembangunan nasional,” ujar Tenaga Ahli Sekretariat Satuan Tugas Percepatan Hilirisasi dan Ketahanan Energi, M. Fadhil Hasan, di Samarinda, Rabu (30/10/2025) dinukil dari www.kaltim.antaranews.com .
Sesuai rilis yang diterima media ini, Fadhil Hasan menjelaskan, proyek DME merupakan wujud konkret upaya Indonesia mengurangi ketergantungan terhadap impor Liquefied Petroleum Gas (LPG), sekaligus memperkuat kemandirian energi yang menjadi bagian dari visi Presiden Prabowo Subianto dalam Astacita 2.

Proyek raksasa yang dibangun di Kutim ini dirancang untuk menjadi solusi substitusi LPG nasional, dengan target konversi penuh pada tahun 2040. Pemerintah menempatkan proyek DME sebagai salah satu dari 18 proyek prioritas nasional dengan nilai investasi fantastis, 10,25 miliar dolar AS atau setara Rp164 triliun.
“Proyek ini diproyeksikan menyerap total 34.800 tenaga kerja, baik langsung maupun tidak langsung,” kata Fadhil.
Tak hanya DME, strategi hilirisasi batu bara juga diarahkan untuk menghasilkan metanol yang dapat diolah menjadi biodiesel, serta grafit sintetik. Komponen vital dalam produksi baterai kendaraan listrik.
“Grafit sintetik merupakan unsur penting dalam pengembangan ekosistem kendaraan listrik,” jelas Fadhil.
Selain itu, batu bara berkalori rendah (lignit) yang banyak terdapat di Kalimantan Timur (Kaltim) akan dimanfaatkan untuk memproduksi amonia hijau, bahan energi masa depan yang lebih ramah lingkungan.
“Hilirisasi batu bara, bersama hilirisasi sawit di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Maloy, mencerminkan arah baru ekonomi Kalimantan Timur yang tidak lagi bertumpu pada ekstraksi, tetapi pada inovasi dan nilai tambah,” ujarnya.
Di tingkat daerah, Bupati Kutim Ardiansyah Sulaiman, menyatakan kesiapan penuh pemerintah kabupaten dalam menyambut pembangunan pabrik DME tersebut.
“Pemerintah Kabupaten Kutai Timur siap menyambut hilirisasi industri DME yang menjadi prioritas pemerintah pusat,” ucap Ardiansyah di Sangatta.
Ia mengungkapkan, proyek pabrik DME sebenarnya telah direncanakan sejak tahun 2020 di Desa Sekerat, Kecamatan Bengalon, dan masuk dalam daftar Proyek Strategis Nasional (PSN) dengan target rampung pada 2024. Namun, pembangunan sempat tertunda setelah investor asal Amerika, Air Products and Chemicals, menarik diri.
“Sebelumnya investor asing dari Amerika mundur, tetapi kini ada investor dari China yang menunjukkan minat untuk melanjutkan proyek ini,” kata Ardiansyah.
Lebih jauh, Ardiansyah menyebut bahwa meski belum ada koordinasi terbaru dari pemerintah pusat, Kutai Timur tetap siap menjadi pusat hilirisasi energi nasional.
“Kami selalu siap menyambut kembali hilirisasi batubara di Kutai Timur. Ini kabar baik bagi perekonomian kita,” ujarnya optimistis.
Baginya, proyek gasifikasi batu bara menjadi DME bukan sekadar agenda industri, melainkan simbol transformasi ekonomi daerah. Proyek gasifikasi DME adalah yang terbesar di antara 21 proyek hilirisasi yang sedang dipercepat pemerintah pusat saat ini.
Dengan pijakan kuat antara kebijakan pusat dan kesiapan daerah, Kutim kini berdiri di persimpangan sejarah. Dari perut bumi yang kaya batu bara, harapan baru kemandirian energi nasional tengah tumbuh. Menjadikan daerah ini bukan hanya penghasil energi, tetapi juga pusat inovasi masa depan Indonesia. (*/kopi3)


































