SANGATTA – Di sebuah ruang pertemuan sederhana di Kantor Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB) Kutai Timur (Kutim), belasan pengelola fasilitas kesehatan dari zona satu tampak serius memperhatikan layar presentasi. Selama dua hari, Kamis-Jumat, 22-23 Mei 2025, mereka mengikuti pelatihan intensif tentang pelaporan Alat dan Obat Kontrasepsi (Alokon) melalui aplikasi Sistem Informasi Rantai Pasok Alat Kontrasepsi (SIRIKA).
Pelatihan itu bukan sekadar rutinitas birokrasi. Ia adalah bagian dari upaya panjang untuk memastikan layanan Keluarga Berencana (KB) benar-benar hadir tepat waktu, tepat tempat, dan tepat sasaran di Kutim. Wilayah yang membentang dari pesisir Teluk Pandan hingga pedalaman Rantau Pulung ini, kini bergantung pada presisi data digital untuk mengelola kebutuhan dasar kontrasepsi warganya.

Peserta pelatihan berasal dari lima kecamatan, yaitu Teluk Pandan, Bengalon, Rantau Pulung, Sangatta Utara, dan Sangatta Selatan. Narasumber didatangkan dari BKKBN Kalimantan Timur (Kaltim). Pelatihan dibuka langsung oleh Kepala DPPKB Kutim Achmad Junaidi B, yang menegaskan bahwa keberhasilan program KB tidak bisa dilepaskan dari akurasi data lapangan.
“Data yang akurat menjadi kunci perencanaan dan evaluasi kegiatan. Kami sebagai penyaji data harus memastikan pelaporan di lapangan tepat waktu,” tegas Junaidi, didampingi Kepala Bidang Keluarga Berencana DPPKB Mustika.

Pernyataan itu bukan sekadar pengingat administratif. Di balik setiap angka yang masuk ke dalam sistem SIRIKA, terdapat nyawa kebijakan, apakah stok alat kontrasepsi di satu desa terpencil sudah menipis? Apakah masa kedaluwarsa alat sudah terpantau? Apakah petugas di lapangan sudah melaporkan sesuai prosedur?.
Junaidi menyampaikan tiga poin penting kepada para peserta. Pertama, pentingnya data real time sebagai fondasi perencanaan. Kedua, ia menekankan pentingnya sinergi antara Penyuluh Keluarga Berencana (PKB) dan petugas Faskes.

“Kolaborasi ini penting agar pelayanan KB di masyarakat berjalan efektif. Saya ingin memastikan PLKB proaktif bersinergi dengan Faskes,” ujarnya.
Ketiga, ia menekankan pentingnya transparansi dalam pemantauan stok, terutama mengenai masa kedaluwarsa alat kontrasepsi.

“Jangan sampai alat kontrasepsi yang sudah tidak layak sampai ke masyarakat. Pelaporan stok harus transparan,” ucap Junaidi, yang juga pernah bertugas di wilayah Muara Ancalong.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Bidang KB Mustika, menyoroti perlunya harmonisasi tugas antara PKB yang berstatus pegawai pusat dan petugas faskes di daerah. Menurutnya, meskipun struktur kepegawaian berbeda, tanggung jawab terhadap masyarakat tetap sama.
“Kami rutin memantau sejauh mana PKB mengenal kader dan petugas Faskes. Ini menjadi indikator keberhasilan sinergi program,” jelasnya.

Pelatihan ini tidak hanya soal teknis penginputan data, melainkan juga soal membangun kesadaran kolektif akan pentingnya keterpaduan layanan. Peserta diajak berdiskusi langsung dengan narasumber BKKBN untuk membedah persoalan teknis, seperti keterlambatan pengiriman data, ketidaksesuaian stok, hingga kendala jaringan.
Langkah ini menjadi bagian dari strategi digitalisasi layanan KB di Kutim. Dalam lanskap kependudukan yang terus berubah, DPPKB Kutim menyadari bahwa layanan KB yang tangguh harus dimulai dari sistem pelaporan yang andal. SIRIKA, sebagai sistem rantai pasok, hanya akan berfungsi optimal jika para pengelola faskes benar-benar memahami dan mengoperasikan sistem ini dengan presisi dan tanggung jawab.
“Kami berharap pelatihan ini mampu meningkatkan kualitas data KB Kutim sekaligus memperkuat koordinasi antar-pemangku kepentingan,” ujar Junaidi dalam penutupan sesi.
Dengan pelatihan ini, DPPKB Kutim mengambil satu langkah strategis dalam memastikan bahwa setiap alat kontrasepsi yang sampai ke tangan masyarakat tidak hanya layak secara fisik, tetapi juga tepat waktu dan sesuai kebutuhan. Di balik pelaporan SIRIKA, terdapat asa besar untuk menciptakan keluarga-keluarga yang lebih sehat dan sejahtera di pelosok Kutim. (*/kopi3)