Beranda Kutai Timur Belajar dari Sidrap, Pemkab Kutim Siapkan Lompatan Besar Ketahanan Protein Lokal

Belajar dari Sidrap, Pemkab Kutim Siapkan Lompatan Besar Ketahanan Protein Lokal

89 views
0

Teks: Kunjungan Wabup ke PT Cahaya Mario, Sidrap produsen telur terbesar di Sulsel

SIDENRENG RAPPANG – Ketahanan pangan bukan sekadar soal beras dan singkong. Di balik upaya memperkuat ketahanan pangan nasional, terselip satu komponen penting yang kerap luput dari perhatian, yakni protein hewani. Pemerintah Kabupaten Kutai Timur (Pemkab Kutim) menaruh perhatian serius pada persoalan ini, terutama pada ketersediaan telur ayam sebagai sumber gizi esensial masyarakat. Selama ini, sebagian besar kebutuhan telur di Kutim masih bergantung pada pasokan dari luar daerah, termasuk dari Sulawesi Selatan (Sulsel).

Menjawab tantangan tersebut, Wakil Bupati Kutim Mahyunadi, bersama jajaran Perangkat Daerah (PD) terkait, melakukan langkah nyata. Pada Senin (28/4/2025), ia memimpin langsung kunjungan kerja ke Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap), Sulawesi Selatan. Daerah yang dikenal sebagai salah satu sentra produksi telur ayam terbesar di kawasan timur Indonesia.

Kunjungan rombongan Pemkab Kutim berfokus di Desa Mario, sebuah kawasan yang menjelma menjadi pusat industri peternakan ayam petelur. Di sana, Mahyunadi dan tim berkesempatan menyaksikan langsung bagaimana proses produksi telur dijalankan secara profesional.

Salah satu yang menarik perhatian adalah PT Cahaya Mario, perusahaan yang sukses memproduksi hingga 12.000 butir telur per hari. Sebuah angka fantastis untuk ukuran daerah, sekaligus bukti bahwa sektor peternakan dapat menjadi tulang punggung ketahanan pangan jika dikelola dengan baik.

“Kita sudah melihat langsung bagaimana pengelolaan dilakukan secara profesional. Penjelasan yang sudah kita dengarkan ini bisa menjadi bekal untuk nantinya dikembangkan di Kutim,” kata Mahyunadi.

Dalam kunjungan itu, Mahyunadi tak sekadar mendengar paparan. Ia terlibat aktif berdiskusi dengan para pengelola peternakan, menggali informasi tentang manajemen, teknologi, hingga strategi pemasaran produk. Bagi Mahyunadi, mendengar langsung dari ahlinya adalah kunci untuk menghindari kegagalan program di daerah.

“Untuk menghindari kegagalan, kita harus datang langsung dan bertanya kepada ahlinya. Jangan coba-coba dan jangan malu bertanya. Datang, lihat langsung, kemudian tanyakan apa yang diperlukan, biar semuanya jelas,” tegasnya.

Di lokasi, rombongan juga meninjau dua jenis sistem kandang yang digunakan peternak. Pertama, open house, yakni kandang terbuka yang masih mengandalkan sirkulasi udara alami. Sistem ini meskipun sederhana, tetap menjadi pilihan banyak peternak skala kecil hingga menengah.

Namun yang lebih mencuri perhatian adalah close house, sebuah sistem kandang modern berbasis teknologi komputer. Dalam close house, suhu, kelembapan, pencahayaan, hingga ventilasi diatur secara otomatis. Bahkan pengelolaan limbah dilakukan dengan standar ramah lingkungan, menciptakan kondisi kandang yang higienis, minim bau, dan optimal bagi produktivitas ayam.

Mahyunadi menilai, teknologi close house menawarkan peluang besar untuk diadaptasi di Kutim, sejalan dengan kebutuhan akan efisiensi produksi dan standar kesehatan yang lebih tinggi.

Bagi Kutim, kunjungan ini bukan sekadar studi banding. Ini adalah bagian dari strategi besar membangun ketahanan pangan berbasis lokal. Dengan memperkuat produksi protein hewani sendiri, Kutim tidak hanya mengurangi ketergantungan pada daerah lain, tetapi juga membangun ekonomi lokal yang lebih tangguh.

Kutim memahami bahwa memperkuat sektor peternakan ayam petelur membutuhkan lebih dari sekadar niat baik. Diperlukan investasi serius, pelatihan SDM, dukungan teknologi, dan sistem pemasaran yang terintegrasi. Karena itu, pengalaman Sidrap akan menjadi referensi berharga dalam merancang program yang realistis dan berkelanjutan.

Dalam waktu dekat, Pemkab Kutim berencana menyiapkan skema kemitraan dengan peternak lokal, mendorong adopsi teknologi modern, serta membangun ekosistem produksi dan distribusi telur yang solid. Targetnya, Kutim mampu memenuhi kebutuhan telur dari produksinya sendiri dalam lima tahun ke depan.

Seiring langkah-langkah ini, harapan masyarakat Kutim menguat. Bahwa ketahanan pangan bukan lagi sekadar slogan, melainkan sebuah gerakan nyata yang membumi, berakar di desa-desa, dan bertumbuh bersama semangat kemandirian.

Di Desa Mario, sebuah pelajaran berharga dipetik. Ketahanan pangan tidak dibangun dalam sehari. Ia lahir dari kerja keras, inovasi, dan kemauan untuk terus belajar. Dan itulah jalan yang kini tengah disiapkan Kutim. Dengan keyakinan penuh bahwa mereka mampu, dan harus, menjadi tuan rumah di tanah sendiri (kopi4/kopi3)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini