Wabup Kutim Mahyunadi Sisir Jalan Poros Pedalaman. Foto: Habibah Pro Kutim
MUARA BENGKAL — Langit mulai kelam ketika iring-iringan kendaraan melaju pelan di poros Rantau Pulung menuju Batu Ampar, Minggu (4/5/2025). Di sebuah mobil dari rombongan itu, terdapat Wakil Bupati Kutai Timur (Wabup Kutim) Mahyunadi, duduk tenang namun awas. Sore itu, ia memulai perjalanan panjang menuju pedalaman demi satu tujuan. Yakni memastikan sendiri jalannya pembangunan di wilayah terluar kabupaten yang ia pimpin bersama Bupati Ardiansyah Sulaiman.
Perjalanan ini tak biasa. Mahyunadi menempuhnya bukan dari kantor ke podium, melainkan dari rumah ke timbunan batu, dari laporan atas meja ke fakta di lapangan. Namun sebelum tiba di Muara Bengkal, belum genap dua jam perjalanan, ia sudah beberapa kali meminta kendaraan berhenti. Salah satu titik yang disorotnya adalah perawatan jalan poros Rantau Pulung-Batu Ampar yang ditangani dengan sistem swakelola.

“Ini dirawat pakai swakelola ya?” tanyanya kepada Kepala Bidang Bina Marga Dinas PUPR Wahasuna Aqla yang mendampingi. “Benar, Pak,” jawab lelaki yang karib disapa Aqla itu. “Dirawat yang baik, gunakan batu yang sesuai,” lanjut Mahyunadi.
Ucapan Mahyunadi singkat, namun sarat makna. Bagi Mahyunadi, kualitas jalan bukan semata urusan teknis, tetapi urusan keadilan akses, bagi warga yang hidup di desa, yang bertaruh pada kondisi jalan setiap musim hujan datang.
Setibanya di Muara Bengkal pukul 20.00 WITA, Mahyunadi dan rombongan memilih rehat sejenak di sebuah penginapan sederhana. Namun agenda keesokan harinya bukanlah sekadar kunjungan formal. Ia akan menyusuri jalur vital jalan kabupaten penghubung antarwilayah Kutim di pedalaman. Mulai dari Desa Senambah di Muara Bengkal, mampir ke Kantor Camat Muara Ancalong, berkunjung ke Desa Senyiur, hingga menembus Desa Long Bentuk di Kecamatan Busang.

Jalan poros ini krusial. Ia menghubungkan belasan desa dengan akses ekonomi dan pelayanan publik. Program swakelola digunakan untuk mengejar efisiensi, tapi Mahyunadi tak ingin efisiensi itu mengorbankan mutu.
Desa-desa yang dikunjungi bukan nama baru di telinga birokrat Kutim, namun tetap menuntut perhatian serius. Senambah dan Senyiur dikenal sebagai kawasan potensial perkebunan rakyat, namun akses jalan kerap menjadi hambatan pemasaran dan geliat perekonomian. Sementara Long Bentuk di Busang, juga menjadi perhatian karena akses menuju desa ini sebagian masih berupa jalur tanah yang licin saat hujan.

Mahyunadi memang tak ingin hanya mengandalkan laporan birokrasi di kantor. Menurutnya, banyak masalah teknis baru terlihat bila pejabat turun langsung. Rangkaian kunjungan ini akan berlangsung marathon sepanjang Senin (5/5/2025), menyisir jalur darat yang sebagian belum layak dilalui kendaraan biasa. Kalau tidak terhalang hujan atau longsor, kemungkinan semua titik akan didatangi.
Kunjungan lapangan ini menjadi bagian dari evaluasi pembangunan infrastruktur Kutim tahun berjalan dan menilik perencanaan tahun berikutnya. Pemerintah daerah menargetkan penguatan konektivitas antarwilayah sebagai prasyarat percepatan pembangunan sektor ekonomi, pendidikan, hingga kesehatan. Dan untuk itu, jalan adalah kunci.
Langkah Mahyunadi di jalur poros bukan sekadar simbolik. Ia berjalan di antara batu dan tanah untuk memastikan bahwa pembangunan tidak berhenti di pinggir kota, tapi terus bergerak hingga ke pedalaman dan perbatasan. (kopi3)