SANGATTA- Hangat mentari pagi menyinari Folder Ilham Maulana, Sangatta Utara, Kamis (5/6/2025), ketika apel peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2025 dimulai. Ratusan peserta berdiri khidmat di tepi danau buatan itu, menyimak satu pesan penting, “Ending Plastic Pollution” (Hentikan Polusi Plastik).
Tema itu bukan sekadar slogan tahunan. Ia merupakan peringatan global atas ancaman yang terus membesar. Sambutan resmi Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Hanif Faisol Nurofiq, dibacakan oleh Bupati Kutai Timur, Ardiansyah Sulaiman, di tengah apel peringatan tersebut.
“Hari ini, kita memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia dengan tema Ending Plastic Pollution. Ini adalah seruan global untuk menghentikan polusi plastik yang telah menjadi ancaman serius bagi bumi dan kehidupan kita,” demikian pesan Menteri Hanif.

Lebih dari sekadar pencemaran lingkungan, plastik menjadi bagian dari tiga krisis lingkungan global yang kini saling menguatkan. Perubahan iklim, pencemaran lingkungan, dan hilangnya keanekaragaman hayati. Semua ini, kata Menteri, saling berkaitan dan berdampak negatif terhadap kesehatan, kehidupan masyarakat, hingga laju pembangunan.
“Seiring dengan aktivitas manusia dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam yang berlebihan, kondisi bumi mengalami penurunan yang signifikan,” lanjutnya.
Hasil riset Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP) mengungkapkan dampak buruk plastik di laut yang kian merusak. Di berbagai lokasi samudra, plastik:
Merusak ekosistem laut dan pantai
Melukai dan membunuh biota laut seperti terumbu karang, ikan, penyu, kura-kura, dan burung laut
Mengancam keselamatan pelayaran
Merusak estetika pantai dan laut
Menurunkan daya saing wisata bahari

Secara ekonomi, plastik juga menjadi beban mahal bagi daerah pesisir. Pengelolaan sampah menelan biaya tinggi. Wisata laut kehilangan nilai jual. Nelayan kehilangan hasil tangkapan akibat rusaknya rantai makanan laut.
Namun, solusi tak bisa hanya berhenti di hilir. Hanif mengingatkan bahwa upaya daur ulang dan pengelolaan sampah saja tidak cukup. Akar masalahnya adalah pola produksi dan konsumsi plastik yang tidak terkendali.

“Jika hanya mengandalkan pengelolaan sampah plastik di hilir, kita tidak akan pernah mampu mengatasi persoalan ini,” tegasnya. “Ketika produk dan kemasan diproduksi dan dijual sebanyak-banyaknya tanpa mempertimbangkan dampaknya, maka sistem akan jebol,” tanbahnya.
Menteri menekankan pentingnya pergeseran dari prinsip produksi semaksimal mungkin menuju produksi dan konsumsi yang bertanggung jawab. Tanpa itu, semua fasilitas pengelolaan sampah akan kewalahan menghadapi volume plastik yang masif.
“Sekuatan sistem di hilir tidak akan pernah cukup menahan banjir sampah dari hulu,” lanjutnya.

Sebelumnya, Plt Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kutai Timur (Kutim) Dewi Dohi, menjelaskan bahwa pemerintah kabupaten tidak tinggal diam. Memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia kali ini, DLH Kutim telah menggelar serangkaian aksi nyata, antara lain:
Apel serentak dan aksi bersih-bersih sampah di Folder Ilham Maulana
Lomba bertema lingkungan hidup
Lomba bank sampah
Penanaman pohon di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Batota
Deklarasi pemilahan sampah berbasis sumber
“Kami percaya, hanya dengan partisipasi aktif semua pihak, maka krisis sampah bisa kita atasi,” ungkap Dewi. “Kutim bisa menjadi contoh daerah yang berkomitmen terhadap pembangunan yang berwawasan lingkungan,” tanbahnya.

Dewi menambahkan bahwa upaya menjaga lingkungan harus dimulai dari langkah kecil, dari rumah sendiri, dan dari kesadaran bersama untuk mengurangi plastik.
“Kurangi sampah plastik demi masa depan anak cucu kita,” pesannya pada kegiatan yang dirangkai dengan bersih-bersih sampah di area Folder Ilham Maulana.
Peringatan di Sangatta ini tak hanya menggema sebagai seremoni, tetapi juga sebagai pengingat akan tanggung jawab bersama. Bahwa plastik, sekali dibuang, tak pernah benar-benar hilang. Ia bertahan di tanah, di laut, di udara, dan kini mulai kembali ke tubuh manusia melalui rantai makanan.
Pesan dari pusat hingga daerah tersampaikan dengan terang. Yaitu enyelesaikan persoalan plastik tak bisa dilakukan separuh hati. Butuh perubahan pola pikir, kesadaran kolektif, dan keberanian mengambil tindakan. Sebab jika tidak dimulai hari ini, maka generasi berikutnya hanya akan mewarisi bumi yang penuh luka. (kopi4/kopi3)