Bupati Kutim H Ardiansyah Sulaiman foto bersama dengan Wakil Ketua KPK RI Alexander Marwata, Wagub Kaltim Hadi Mulyadi dan kepala daerah se Kaltim saat rakor Pemberantasan Korupsi Terintegrasi Tahun 2022 di Ruang Ruhui Rahayu, Kantor Gubernur Kaltim, Samarinda (Fuji Pro Kutim)
SAMARINDA- Rapat Koordinasi Kepala Daerah Se-Kalimantan Timur (Kaltim) Dalam Rangka Pemberantasan Korupsi Terintegrasi Tahun 2022 di Ruang Ruhui Rahayu, Kantor Gubernur Kaltim, Samarinda, Rabu (9/3/2022) turut dihadiri Bupati Kutim H Ardiansyah Sulaiman bersama sembilan kepala daerah se-Kaltim lainnya. Dari Kutim turut mendampongi Bupati yaitu Pj Seskab Yuriansyah, Kepala Ilwilkab Kutim Hamdan, Kepala BPKAD Teddy Febrian, Kabag Protokol Komunikasi Pimpinan Setkab Basuki Isnawan serta sejumlah staf. Kegiatan yang melibatkan KPK RI, BPKP, Pemprov Kaltim, Bea Cukai dan BPN ini, memghadirkan Wakil Ketua KPK RI Alexander Marwata, unsur Forkopimda serta pejabat lingkup Pemprov Kaltim. Kegiatan yang dirangkai dengan sesi penyampaian materi upaya pencegahan korupsi dan sesi dialog ini dibuka Wakil Gubernur Hadi Mulyadi. Ditandai dengan pemukulan gong.
Tak banyak yang disampaikan Wagub pada pertemuan ini. Secara garis besar dia menyatakan bahwa pihaknya mendukung upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi.
Sementara itu Wakil Ketua KPK RI Alexander Marwata, di lebih satu jam sambutannya mengatakan, sekitar tujuh tahun bertugas di lembaga anti rasuah ini perilaku korupsi di Indonesia sesuai indeks persepsi korupsi belum terlalu berubah.
“Apakah ada perubahan terkait dengan perilaku kolektif atau ada peningkatan terkait dengan upaya-upaya pemberantasan korupsi dari indeks persepsi korupsi? Ya rasa-rasanya masih stagnan terakhir periode pertama saya itu tahun 2019 IPK Indonesia 40 dari skala 0-100 tahun 2020,” sebutnya.

Dengan demikian, dia mengatakan saat ini Indonesia masih perlu berjuang keras melalukan upaya pemberantasan korupsi. Namun dia berharap jangan sampai korupsi itu menjadi bagian dari budaya. Ada beberapa hal yang disoroti Marwata agar korupsi tak terjadi. Yakni meningkatkan integritas disemua lini. Dalam pemerintahan diterapkan e-budgedting, sistem pembinaan kepegawaian, proses perizinan, pelaksanaan pengadaan barang dan jasa. Pengelolaan dana desa serta beberapa hal lainnya. Termasuk soal pelaksanaan Pilkada langsung yang banyak menyerap anggaran negara. Belum lagi biaya politik para calon kepala daerah yang berkompetisi.
“Mohon maaf Bapak Ibu sekalian selama 18 tahun keberadaan KPK, Bapak Ibu pasti sudah tahu semuanya ada berapa ratus kepala daerah yang sudah ditindak oleh KPK,” tegasnya.
Dia tak berharap hal tersebut terulang lagi. Sehingga alih-alih bisa berakselerasi membangun daerah, masalah korupsi malah menghambat dan membuang waktu yang seharusnya bisa dimaksimalkan untuk memajukan daerah. Marwata menambahkan, sistem Pilkada hingga Pilkades sudah seharusnya dicermati. Karena saat prosesnya akan terjadi banyak kekosongan jabatan. Biasanya untuk mengisi kekosongan tersebut, ada saja oknum yang berpikir bahkan bisa saja berani membayar, hanya untuk menjabat sementara sebagai Pelaksana Tugas (Plt). Guna mengatasi hal itu, pihaknya bakal berkoordinasi dengan jajaran Kemendagri mendesain mekanisme pengisian kekosongan kepala daerah tersebut agar betul-betul berintegritas dan menjaga amanah ketika di puncak. Hal lain yang disampaikan olehnya bahwa apabila KPK menangkap kepala daerah yang korupsi, maka ujung-ujungnya semua seperti beban yang harus ditanggung sang koruptor. Karena disinyalir semenjak pemilihan, calon kepala daerah diharapkan memberi kemudahan untuk mendapatkan proyek di daerah tersebut.

“Kemudahan untuk mendapatkan izin pembukaan hutan, izin pertambangan dan sebagainya seperti itu. Rata-rata ujung-ujungnya korupsi. Ketika izin pertambangan diberikan secara serampangan dan ketika proses pengadaan barang dan jasa itu diatur sedemikian rupa, ya akhirnya seperti itu (korupsi). Dari proses perencanaan proses lelang pelaksanaan kegiatan proyek sampai pertanggungjawaban gak karu-karuan,” tegasnya.
Dia menyebut selain penindakan, tugas pokok dan fungsi KPK melakukan pencegahan, agar tidak terjadi korupsi. DPR RI maupun Presiden meminta agar KPK lebih mendorong upaya-upaya pencegahan. Namum KPK juga mesti melakukan penindakan agar tak dianggap “ompong”. Seperti opini masyarakat terhadap KPK selama dua tahun terakhir yang cenderung menurun. Disebut olehnya Undang-Undang (UU) KPK yang lama dengan yang baru terkait dengan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi hampir sama. Hanya saja di UU KPK yang baru ada Dewan Pengawas. Tujuannya supaya komisioner para pegawai KPK dalam melaksanakan tupoksi tidak serampangan. Sebab KPK bukan lembada superbody.
Selanjutnya untuk di Indonesia, capaian integritas dari 100 berada di level 72 tetapi Provinsi Kaltim rata-rata 67. Jadi masih dikatakan rendah. Hal itulah yang menjadi “PR” Pemerintah Kabupaten/Kota. Target terkait integritas adalah 70 secara nasional. Indeks integritas nasional yaitu 72, artinya target sudah tercapai. Tetapi kalau ditelaah lagi, bisa dilihat Pemerintah Provinsi (Kaltim) belum tercapai secara keseluruhan. Karena masih lebih rendah dibandingkan dengan target nasional. Penilaian dilakukan dengan melibatkan ribuan masyarakat. Meliputi layanan publik dari pemerintah daerah tersebut. Termasuk menanyakan ke BPK RI, BPKP kemudian ke para pengamat kebijakan publik.
“Hampir semua instansi pemerintah daerah itu, pegawai yang bekerja menyatakan masih ada gratifikasi di instansi di mana mereka bekerja. Masih ada proses PBJ (pengadaan barang dan jasa) yang tidak transparan, masih ada proses manajemen SDM yang juga tidak transparan atau dengan kata lain masih ada jual beli jabatan di sana. Itu dari jawaban responden yang kami survei yang disampaikan para pegawai pegawai itu. 90 persen lebih pemerintah daerah masih bermasalah dalam hal tersebut. Perizinan, jual beli jabatan dan ada notifikasi ini,” jelasnya.
Ada 8 sektor yang harus diperhatikan dalam mencegah korupsi. Yakni intervensi dari perencanaan hingga penganggaran melibatkan inspektorat wilayah. Soal perizinan, diperlukan penguatan aparat pengawasan internal pemerintah, manajemen aset manajemen SDM, dana desa dan mengevaluasi program-program yang menjadi keputusan di setiap daerah. Apabila ditemukan anggaran yang tidak wajar, seharusnya dievaluasi. Misalnya anggaran lebih besar dari jalan yang dibangun, anggaran malan minum perjamuan tidak wajar dan sebaginya. Upaya prevtif lainnya dilakukan melalui pembinaan. Contohnya bagaimana mengelola dana desa. Kades yang belum mengetahui cara mengelola dana desa sebaiknya diajari terlebih dahulu. Bukan langsung ditindak saat terjadi penyimpangan.
“Saya tidak pernah mengatakan korupsi kecil tidak ditindak, tetap ditindak tetapi tidak semuanya itu harus berakhir di penjara dan jangan pernah kita hukum orang yang tidak paham atau tidak tahu persoalan,” katanya. “Kepala Desa kita jangan-jangan SD saja enggak lulus-lulus, diminta mempelajari berbagai aturan terkait dengan regulasi pengelolaan dana desa, ya nggak ngerti. Kalau salah sedikit langsung dipanggil diproses, ya mungkin kalau itu yang dilakukan oleh aparat penegak hukum, jangan-jangan penjaranya penuh dengan kepala desa,” tambah Mawarta.
Saat ini yang lebih diutamakan adalah pengembalian kerugian daerah atau kerugian negara. Kecuali sudah sangat berat bisa dihukum demi menimbulkan efek jera. KpK, sambungya tetap menerima laporan dari masyarakat. Termasuk informasi-informasi yang kemudian berujung pada operasi tangkap tangan. Hal lain yang disoroti olehnya adalah pasangan kepala daerah pemenang pilkada. Dia meminta agar Bupati, Walikota bisa membagi tugas dengan jelas dan memimpin dengan harmonis. Agar tidak terjadi perselisihan dikemudian hari.
“Begini Pak, bapak dengan wakil itu kan kawin paksa. Tentukan pilihan, nanti kalau terpilih bapak bapak tolong kerjasama antara kepala daerah. Walikota dengan wakil itu ada pembagian tugas yang jelas baik koordinasi yang baik. Jangan setelah terpilih diam-diaman.
Terakhir mengenai IKN, dia menegaskan KPK mendukung pemindahan ibukota negara ke Kaltim. Karena sudah didukung dengan regulasi yang telah menjadi UU. (kopi3)