Beranda Kutai Timur Teliti Buaya dan Kehati, Antar Yayasan Ulin Raih Kalpataru

Teliti Buaya dan Kehati, Antar Yayasan Ulin Raih Kalpataru

156 views
0

MUARA ANCALONG – Sesuai dengan Surat Keputusan SK.545/MENLHK/PSKL/PSL.3/5/2023 tanggal 25 Mei 2023 tentang Penerima Penghargaan Kalpataru Tahun 2023, Kemeterian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan kembali menganugerahkan Penghargaan Kalpataru 2023. Satu dari banyak calon penerima Kalpataru tahun ini adalah Yayasan Ulin dari Desa Kelinjau Ulu, Kecamatan Muara Ancalong. Yayasan yang bakal menerima penghargaan pada 5 Juni 2023 di Jakarta ini menjadi salah satu dari 10 penerima Penghargaan Kalpataru Tahun 2023 khusus Kategori Penyelamat Lingkungan.

Lantas apa saja yang dilakukan oleh yayasan, yang di Ketuai oleh Suimah tersebut?. Jika ditilik kembali, Yayasan ulin berdiri sejak April 2009 silam. Aktif dalam kegiatan penelitian buaya dan kehati (keanekaragaman hayati) lainnya dan berlanjut hingga kini. Adanya satwa yang berstatus critically endangered (terancam punah, red) dari status IUCN red list (daftar merah, red) yang belum menjadi perhatian, serta belum masuk ke dalam satwa prioritas nasional menjadi dasar dan latar belakang digalakkannya penelitian.

“Dibantu Project Officer Andi Sarina, Asisten Lapangan Iwan, kami menggiatkan beberapa program. Seperti program biodiversity, yaitu survei buaya dan sarang. Serta survei kehati lainnya. Dengan menggunakan metode standar sains, program rewilding (membangun kembali, red),” jelas Ketua Yayasan Ulin Suimah, belum lama ini.

Semua itu dilakukan sebagai upaya peningkatan habitat dan pendidikan lingkungan, serta penyadartahuan. Termasuk memberikan kesempatan penelitian dan magang untuk peneliti dan mahasiswa yang berminat. Sedangkan untuk implementasi program di di lapangan dan lingkungan masyarakat, masih lebih banyak bersama nelayan lokal. Sebagai subyek yang lebih banyak “bersentuhan” langsung dengan habitat C Siamensis (Crocodylus siamensis) atau Buaya Siam. Lebih detail dituturkan oleh Suiman, ada pula beberapa upaya yang sedang dilakukan saat ini. Seperti restorasi spesies pohon lokal di area Loa Lahung, sebagai lokasi yang saat ini menjadi fokus area monitoring.

“Sebab penjumpaan individu frekuensinya lebih tinggi di lokasi tersebut,” sebutnya.

Lantas apakah saat implementasi banyak menemui kendala? Suimah memaparkan bahwa kendala yang kerap dialami di lapangan adalah tidak serta merta setiap anggota nelayan memiliki kesadaran yang sama. Khususnya terhadap habitat dan status dari C siamensis. Sehingga belum bisa mengurangi banyaknya nelayan yang melakukan illegal fishing (penangkapan ikan ilegal) di area Long Mesangat. Pastinya hal tersebut menjadi salah satu ancaman utama bagi C.siamensis dan mempengaruhi hasil tangkapan ikan nelayan yang menggunakan metode konvensional atau ramah lingkungan.

“Diperlukan kebijakan dan program berkelanjutan guna meminimalisir atau pencegahan ancaman C.siamensis,” ujarnya menyampaikan saran konkret terkait perlindungan satwa liar dan lingkungan tersebut.

Dalam menunjang penelitian yang dilakukan oleh Yayasan Ulin, umumnya diperoleh dari dana hibah untuk program yang diajukan. Selain dukungan tersebut, didapat pula dana dari hasil membantu pengelolaan area konservasi di perusahaan. Sebagai konsultan atau tenaga ahli dan operasional. Suimah bersama rekannya yang lain mengaku tak pernah menarget untuk meraih penghargaan apa pun. Pihaknya hanya menjalankan program pro lingkungan demi pelestarian alam sekaligus melindungi spesies langka yang ada di Kabupaten Kutim.

“Tidak ada target, penghargaan adalah bonus bagi kami (Yayasan Ulin). Tujuan kami lebih kepada pengelolaan area yang memiliki nilai konservasi tinggi. Di luar kawasan konservasi yang ada,” tegasnya.

Namun demikian, ia dan pengurus sekaligus peneliti lainnya tetap merasa bangga dan senang. Pasalnya penghargaan Kalpataru tentunya bisa menjadi “lencana” bagi Yayasan Ulin. Untuk tetap memegang komitmen pelestarian lingkungan. Terutama dalam memanajemen konservasi dan pengelolaan di lahan basah Long Mesangat sebagai habitat C.siamensis.

Ditanya tentang program peningkatan yang dilakukan setelah mendapat penghargaan?, dia menyebut selain program biodiversity, pihaknya juga sedang menggagas kegiatan rewilding untuk mengembalikan habitat yang sebelumnya terdegradasi karena kebakaran. Ke depan, dia berharap Yayasan Ulin bisa lebih baik dan mandiri. Tidak terbatas oleh pendanaan, dengan cakupan yang lebih besar lagi. Artinya tidak menutup kemungkinan fokus tidak hanya di biodiversity tapi juga pada peningkatan kapasitas masyarakat. Sehingga wisata terutama di Long Mesangat.

Jika tak ada aral melintang, penghargaan akan diserahkan Menteri LHK di Auditorium DR Soedjarwo, Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta, pada 5 Juni 2023. Pada saat acara Penganugerahan Kalpataru berlangsung, penerima menggunakan pakaian daerah masing-masing. (kopi3)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini