Beranda Kutai Timur Menyusuri Lumpur, Mahyunadi Gugat Kepedulian Perusahaan di Jalan Sunyi Pedalaman Kutim

Menyusuri Lumpur, Mahyunadi Gugat Kepedulian Perusahaan di Jalan Sunyi Pedalaman Kutim

82 views
0

Teks: Wabup Kutim Mahyunadi saat meninjau jalan rusak di Desa Senambah. (Fuji Pro Kutim)

MUARA BENGKAL – Jalan tanah basah dan berlumpur menjadi tapak pertama perjalanan Wakil Bupati Kutai Timur (Wabup Kutim) Mahyunadi, saat menyusuri jalan poros dari Kecamatan Muara Bengkal menuju Desa Senambah, Sabtu (5/5/2025) pagi. Jam menunjukkan pukul 08.15 WITA, saat kendaraan rombongan mulai mengayun pelan melewati jalur tanah yang rusak parah. Di beberapa titik, jalan nyaris tak bisa dilalui. Namun Mahyunadi tetap melaju, tak sekadar untuk meninjau kondisi infrastruktur, melainkan untuk melihat dan mendengar langsung keluhan warga dan memastikan Pemkab Kutim benar-benar hadir di wilayah terpencil ini.

Didampingi Camat Muara Bengkal Norhadi, Kapolsek, Danramil, dan disambut hangat oleh Kepala Desa Senambah Ahmad Lamo, Mahyunadi berhenti di beberapa titik untuk berdialog dengan masyarakat. Kondisi jalan yang memprihatinkan, yang menjadi denyut kehidupan sehari-hari warga pedalaman mendapat perhatian serius.

“Kami tidak menutup mata. Pemkab Kutim terus berupaya melaksanakan pembangunan jalan melalui program multiyears. Kalau dihitung kasar, satu kilometer bisa menelan biaya Rp10 miliar. Untuk 32 kilometer, ya sekitar Rp320 miliar,” jelas Mahyunadi di hadapan warga dan media, sambil didampingi Kepala Bidang Bina Marga PUPR Kutim Wahasuna Aqla.

Pembangunan jalan bukan urusan satu-dua hari. Ia memerlukan waktu, anggaran, dan kolaborasi. Karena itu, Mahyunadi menekankan pentingnya sinergi semua pihak, khususnya perusahaan-perusahaan yang beroperasi di sekitar wilayah tersebut. Dalam kunjungan ini, hadir perwakilan Teladan Prima Group, namun absennya PT Nala Palma Cadudasa justru menjadi catatan penting.

“Kalau perusahaan tidak mau terlibat membangun, bisa kita tinjau dan evaluasi kembali. Mereka mengambil keuntungan dari bumi ini, sudah sewajarnya turut bertanggung jawab menyejahterakan warga,” ucap Mahyunadi. Nada bicaranya serius, penuh tekanan, meski sesekali diselipi candaan tegas. “Kalau perlu, kita police line, kita tutup pakai garis Satpol PP. Satpol kan juga polisi, bukan?,” ujarnya.

Pernyataan Mahyunadi bukan gertakan kosong. Ia mendasarkan desakan itu pada UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas serta PP Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan. Dalam aturan tersebut, perusahaan, terutama yang berkaitan dengan eksploitasi sumber daya alam, wajib menjalankan program Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai bagian dari tanggung jawab sosial terhadap lingkungan sekitar. Menurut Mahyunadi, CSR bukanlah bentuk kemurahan hati, melainkan kewajiban yang harus dijalankan secara adil dan proporsional.

Setelah peninjauan lapangan, Mahyunadi langsung memimpin rapat koordinasi strategis di Kantor Kecamatan Muara Ancalong, membahas perbaikan jalan dan jembatan poros Senyiur–Kelinjau Ilu. Rapat ini melibatkan seluruh camat, aparatur desa, kepala desa, tokoh masyarakat, dan tentunya perwakilan perusahaan yang beroperasi di kawasan Muara Bengkal, Muara Ancalong, dan sekitarnya. Tujuannya jelas, membangun kesadaran kolektif bahwa pembangunan di pedalaman tak bisa ditunda-tunda lagi.

Langkah Mahyunadi menembus jalan berlumpur bukan sekadar simbol. Ia adalah bentuk nyata bagaimana Negara hadir, meski perlahan. Namun jalan membangun infrastruktur ini tak cukup bila dilalui seorang diri. Ia memerlukan komitmen bersama, pemerintah yang bekerja, masyarakat yang bersuara, dan perusahaan yang juga bertanggung jawab.

Jalan rusak bukan cuma soal tanah yang retak, tetapi juga potret ketimpangan yang menganga. Dalam sunyi pedalaman Kutim, suara warga akhirnya terdengar. (kopi3)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini