Beranda Kutai Timur Olah Sawah Sidrap, Inspirasi Asa Kutim

Olah Sawah Sidrap, Inspirasi Asa Kutim

205 views
0

SIDENRENG RAPPANG – Kabupaten Kutai Timur (Kutim) masih bergantung pada pasokan beras dari luar daerah, terutama dari Sulawesi Selatan, meski jumlah penduduknya telah menembus angka 460 ribu jiwa. Hingga kini, daerah di moncong Borneo itu hanya memiliki sekitar 2.600 hektare lahan sawah aktif. Dengan produktivitas rata-rata 4 sampai 5 ton gabah per hektare per tahun, Kutim menghasilkan sekitar 11.700 ton gabah atau setara 5.850 ton beras per tahun. Jumlah yang jauh dari kebutuhan konsumsi masyarakatnya.

Dalam upaya mengubah ketergantungan ini, Wakil Bupati Kutim Mahyunadi bersama sejumlah kepala perangkat daerah (OPD) terkait melakukan kunjungan kerja ke Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap), Sulawesi Selatan, pada Senin, (28/4/2025). Lawatan tersebut bertujuan menyerap pengetahuan tentang manajemen pertanian padi yang sudah modern dan terbukti berhasil meningkatkan produktivitas.

“Memang tidak mungkin kita menyamai Sidrap dalam hal produksi. Dengan luas lahan 52 ribu hektare, Sidrap mampu menghasilkan 500 ribu ton gabah per tahun,” ujar Mahyunadi di sela kunjungan. “Tapi paling tidak, Kutim bisa belajar dari para ahlinya bagaimana meningkatkan produktivitas dari 4 sampai 5 ton menjadi 6 sampai 7 ton per hektare per tahun,” tambahnya optimistis.

Kutim bukan tanpa modal. Kabupaten ini kaya akan sumber daya alam, khususnya minyak dan batubara. Namun, Mahyunadi menegaskan, ketahanan pangan menjadi prioritas yang tak kalah penting untuk diperjuangkan. Dengan mengoptimalkan lahan sawah seluas 2.600 hektare yang tersedia, Pemkab Kutim menargetkan peningkatan hasil panen beras sebagai bagian dari strategi swasembada pangan lokal.

“Kita belajar dari Sidrap, dari penggunaan teknologi pertanian modern, sistem irigasi yang efektif, penggunaan pupuk dan bibit unggul tahan hama, hingga penguatan peran kelompok tani,” jelas Mahyunadi.

Teknologi menjadi kata kunci. Mekanisasi pertanian, penggunaan drone untuk pemupukan dan pemantauan, serta aplikasi berbasis data untuk menentukan pola tanam menjadi metode yang dipelajari langsung oleh tim Kutim.

Selain intensifikasi atau peningkatan produktivitas lahan yang ada, Kutim juga berencana melakukan ekstensifikasi, menambah luasan sawah baru. Salah satu skema yang dikaji adalah mengalihfungsikan area non-produktif seperti bekas tambang dan lahan kurang cocok untuk perkebunan sawit menjadi areal persawahan.

“Kita coba memanfaatkan wilayah yang tidak cocok untuk tambang atau sawit menjadi lahan pertanian. Ini langkah strategis untuk menambah ketersediaan pangan lokal,” kata Mahyunadi.

Tidak berhenti pada infrastruktur, upaya peningkatan kapasitas sumber daya manusia turut digenjot. Pemkab Kutim secara bertahap mengadakan pelatihan dan pendampingan bagi petani, agar mereka mampu menguasai teknologi pertanian modern dan menerapkannya dalam pengelolaan lahan sehari-hari.

“Pelatihan ini penting supaya para petani Kutim tidak gagap teknologi. Mereka harus bisa memanfaatkan inovasi untuk meningkatkan hasil,” kata Mahyunadi.

Langkah ini juga diharapkan dapat menciptakan efek berganda. Membuka lapangan kerja baru di sektor pertanian, memperkuat perekonomian desa, serta menjaga stabilitas harga pangan di daerah.

“Dengan semangat belajar dari daerah yang sudah lebih maju seperti Sidrap, kami optimistis Kutim bisa mengejar ketertinggalan dan mewujudkan ketahanan pangan yang mandiri. Ini sejalan dengan program nasional untuk memperkuat ketahanan pangan dari daerah,” tutup Mahyunadi.

Melalui kerja keras dan kolaborasi lintas sektor, Kutim menegaskan bahwa ketahanan pangan bukan lagi sekadar impian. Ia kini sedang disulam perlahan, hektare demi hektare, petani demi petani—menuju masa depan yang lebih berdikari. (kopi4/kopi3)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini