Camat Muara Ancalong Sabran (Foto Ronall J Warsa Pro Kutim)
MUARA ANCALONG – Mempercepat pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat pasca pandemi COVID-19 tidak hanya menjadi gawean masyarakat di Ibukota Kabupaten, namun juga dilakukan oleh masyarakat di daerah pedalaman dan pesisir Kutim. Tidak hanya mengandalkan sektor perkebunan kelapa sawit sebagai ujung tombak perekonomian masyarakat, banyak kecamatan-kecamatan di Kutim yang memadukan berbagai sektor untuk mewujudkan kesejahteraan.
Seperti halnya di Danau Loa Putih di Kecamatan Muara Ancalong, yang memadukan sektor pariwisata, perikanan air tawar, UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah), juga melakukan upaya perlindungan terhadap hewan langka yakni Buaya Supit (Tomistoma Schlegii, latin red).

Buaya Supit (Foto Ist)
Camat Muara Ancalong Sabran menyebutan, kawasan danau Loa Putih bahkan luasnya melintasi tiga desa di kecamatan tersebut. Yakni Desa Senyiur, Kelinjau Ilir, Kelinjau Ulu, termasuk pula nanti masuk wilayah dari desa persiapan yakni Kelinjau Tengah.
Dengan kontur area meliputi air, tanah dataran rendah berupa pulau-pulau kecil, memiliki luas yang cukup besar dan habitat hewan langka yang dijaga oleh masyarakat. Bahkan danau tersebut merupakan spot pancing yang menarik, bagi para penggemar pancing di Kutim maupu luar Kutim.
“Titik kelolanya untyuk agrowisata di desa persiapan Kelinjau Tengah. Bahkan pada tahun 2022 ini, banyak Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang terlibat untuk bersinergi memanfaatkan kelebihan dari danau Loa Putih,” ujar Camat Muara Ancalong saat ditemui pro.kutaitimurkab.go.id pada Kamis (1/9/2022) sore.
Pemerintah Kecamatan setempat fokus untuk membina desa-desa setempat agar mampu memadukan berbagai sektor baik perkebunan hingga pariwisata. Terlebih pariwisata dengan konsep agrowisata yang selalu digembar-gemborkan oleh Bupati Ardiansyah Sulaiman dan Wakil Bupati Kasmidi Bulang.
Itu belum termasuk pula posisi air tejun Long Poq di Desa Long Poq Baru, yang terkenal dengan keindahan pemandangan di sekitarnya. Dengan jarak tempuh dari Ibukota kecamatan sejauh 2,5 jam. Dengan kelebihan budidaya air tawar, peternakan, maupun hamparan tanah suburnya.
“Desa itu merupakan desa yang terjauh, namun dilintasi aliran sungai Kelinjau. Bahkan dulunya kawasan ini, sempat hendak dijadikan lokasi penggerak turbin untuk pembangkit listrik tenaga mikrohidro (memanfaatkan debit air, red). Tetapi karena biayanya dianggap mahal, maka diurungkan niat untuk membuatnya,” terang lelaki yang lama bertugas di Daerah Tinggi (DATI) II Kutai ini, sebelum kemudian balik ke kampung halamannya di Muara Ancalong.
Camat Sabran menerangkan lebih jauh, tipologi masyarakatnya secara garis besar merupakan masyarakat agraris atau petani dengan jumlah mencapai 80 persen dibandingkan profesi lainnya. Untuk itu ia berharap besar bagaimana pengembangan pertanian terpadu dapat dilakukan, dengan kosentrasi penuh dan dukungan OPD-OPD terkait.
“Kedepan saya berharap pertanian terpadu dapat berjalan di Muara Ancalong, tidak saja mengandalkan perkebunan dan lain-lain. Namun juga peternakan, dimana limbah-limbah sisa hasil pertanian dapat diolah untuk menjadi pakan ternak. Itu sangat menjanjikan pula untuk peningkatan pendapatan bagi mayarakat,” harapnya. (kopi5/kopi3)