MUARA WAHAU — Di tengah hamparan perkebunan kelapa sawit yang luas di Kecamatan Muara Wahau, Kabupaten Kutai Timur (Kutim), Kalimantan Timur (Kaltim), sebuah program nasional diluncurkan dengan harapan besar. Taman Asuh Sayang Anak (TAMASYA), bukan hanya tentang penitipan anak, tetapi juga tentang masa depan Indonesia. Berlangsung di Tempat Penitipan Anak (TPA) Tunas Harapan milik PT Dharma Satya Nusantara Tbk (DSN), Selasa (27/5/2025), program ini diluncurkan serentak di seluruh Indonesia oleh Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Dukbangga)/BKKBN.
Dalam peluncuran yang berlangsung sederhana namun sarat makna itu, Menteri Dukbangga/Kepala BKKBN Dr Wihaji, menyampaikan kekhawatirannya atas banyaknya perempuan yang harus berhenti bekerja setelah menikah atau melahirkan, akibat tidak tersedianya fasilitas pengasuhan anak.

“Setelah menikah, setelah melahirkan dan punya anak, mereka keluar dari pekerjaan. Itu mengurangi angka produktivitas,” ungkap Wihaji di hadapan para pekerja perempuan dan pengelola perusahaan.
TAMASYA dirancang untuk merespons dua tantangan besar yang dihadapi Indonesia saat ini. Yaitu optimalisasi bonus demografi dan peningkatan kualitas keluarga, khususnya melalui peningkatan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) perempuan dan pengurangan beban pengasuhan yang selama ini masih dibebankan secara timpang.
Di Indonesia, TPAK perempuan masih berada di angka 66,17 persen (Agustus 2024), jauh di bawah rata-rata negara-negara OECD yang mencapai 81,9 persen pada kelompok usia 25–64 tahun. Melalui TAMASYA, pemerintah berharap angka ini meningkat menjadi 70 persen pada 2045, bersamaan dengan target Total Fertility Rate (TFR) yang tetap seimbang di angka 2,1, Indeks Pembangunan Kualitas Keluarga mencapai 80 persen, dan angka stunting turun drastis hingga 5 persen.
“Pemerintah hadir memberikan solusi. Salah satunya adalah TAMASYA,” tegas Wihaji.



Komitmen ini bukan hanya dari BKKBN. Dukungan juga datang dari Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Sosial, Kementerian Pendidikan, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Keenam kementerian ini bahkan telah menerbitkan Surat Edaran Bersama (SEB) tentang pembentukan dan penyelenggaraan TPA di lingkungan kementerian, pemerintah daerah, BUMN, swasta, dan masyarakat.
Pemilihan TPA Tunas Harapan milik PT DSN sebagai lokasi peluncuran bukan tanpa alasan. Di perusahaan ini, pengasuhan anak menjadi bagian dari budaya kerja. Hingga kini, DSN telah membangun 91 TPA dengan 1.860 anak yang diasuh oleh 186 pengasuh. Fasilitas ini tidak hanya memudahkan pekerja perempuan tetap produktif, tetapi juga memberi ruang tumbuh yang sehat dan penuh kasih bagi anak-anak mereka.
“Mereka (anak-anak) juga punya hak untuk punya masa depan. Ibunya bisa bekerja, anaknya juga mendapatkan sentuhan suasana kebatinan kasih sayang. Semuanya bahagia,” kata Wihaji.
Program ini menjadi bukti nyata penerapan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2024 tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak serta UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003, yang mewajibkan pengusaha menyediakan fasilitas kesejahteraan bagi pekerja dan keluarganya.

Dalam video yang ditayangkan saat peluncuran, Menteri Ketenagakerjaan, Prof Yassierli, menyatakan bahwa penyediaan layanan pengasuhan anak yang aman dan terjangkau akan berpengaruh langsung terhadap produktivitas kerja.
“Dengan adanya TAMASYA, para pekerja akan lebih tenang dan fokus dalam bekerja tanpa mengesampingkan peran penting mereka dalam keluarga,” ujarnya.
Wihaji juga menekankan bahwa program ini adalah bagian dari pelaksanaan Asta Cita Presiden RI Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, khususnya pada dua poin penting. Yaini pengembangan sumber daya manusia (SDM) dan pengentasan kemiskinan.
“Tugas saya mengerjakan dua hal. Satu tentang pengembangan SDM, dan kedua pengentasan kemiskinan,” jelasnya.
Sebagai provinsi dengan TFR yang relatif stabil, Kaltim mencatatkan penurunan TFR dari 2,18 (2022) menjadi 2,17 (2024). Ini merupakan indikator bahwa perencanaan keluarga mulai membaik. Namun, tanpa dukungan ekosistem yang memperhatikan kebutuhan ibu dan anak, angka itu bisa menjadi stagnan atau bahkan memburuk.

TAMASYA bukan sekadar tempat penitipan anak. Ia adalah simbol hadirnya negara dalam urusan paling mendasar, yaitu keluarga. Dalam perspektif pembangunan nasional jangka panjang, TAMASYA menjadi strategi penting untuk menyambut era Indonesia Emas 2045. Dengan dukungan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2025 tentang RPJMN 2025–2029, BKKBN memastikan TPA akan terus mendapatkan pendampingan dan pembinaan, tidak hanya dalam aspek infrastruktur, tetapi juga kualitas pengasuhan yang mendalam.
“Kalau anak-anak kita diasuh dengan kasih sayang dan ibu-ibunya bisa bekerja dengan tenang, bangsa ini akan punya SDM yang unggul,” pungkas Wihaji.
Melalui TPA di kebun dan pabrik, melalui anak-anak yang bermain sambil belajar, melalui ibu-ibu yang bekerja tanpa rasa cemas, TAMASYA membuka jalan baru bagi Indonesia untuk menjadi negara besar. Dimulai dari keluarga, dimulai dari anak-anak. (*/kopi3)