FGD intensifikasi dan ekstensifikasi income daerah dalam meningkatkan PAD Kutim dipimpin langsung Bupati Kutim H Ismunandar diruang Rapat Kominfo dan Perstik Kutim (Wak Hedir Pro Kutim)
SANGATTA – Walau tren Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Kutai Timur (Kutim) Kutim terus meningkat namun tetap dirasa belum optimal. PAD masih sedikit menyumbang untuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kutim. Ketergantungan terhadap Dana Bagi Hasil (BDH) daerah ini masih tinggi.
Guna meningkat PAD Kutim secara intensifikasi dan ekstensifikasi, Pemkab Kutim lantas menggelar Focus Group Discussion (FGD) melibatkan Universitas Merdeka (Unmer) Malang. Yakni bersama Tim Pelaksana Kajian Upaya Peningkatan PAD Kutim. FGD berlangsung secara virtual, diruang rapat Dinas Kominfo dan Perstik Kutim, Senin (18/5/2020).

FGD dipimpin langsung Bupati Kutim H Ismunandar. Nampak hadir mendampingi Wakil Bupati H Kasmidi Bulang dan Sekretaris Kabupaten H Irawansyah. Diikuti Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait, termasuk Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Musyafa selaku OPD leading sector pengelolaan pendapatan daerah.
“Di postur APBD, PAD Kutim hanya menyumbang sekitar lima sampai enam persen. Kita (Kutim) punya ketergantungan yang tinggi terhadap dana bagi hasil (DBH). Pendapatan Kutim dari royalti pajak batubara,” kata Bupati Kutim Ismunandar dalam FGD tersebut.
Menurut Ismu, sapaan akrab Ismunandar, suatu saat harga batu bara bisa saja menurun dan tentunya bisa sangat mempengaruhi pendapatan Kutim. Untuk itu, Kutim harus punya alternatif lain agar tidak bergantung pada DBH saja.
“Ini juga yang gencar didukung oleh KPK, agar daerah bisa meningkatkan PAD,” tegas Ismu.

Ismu menyebut upaya Bapenda sudah optimal. Sebab setiap tahun Bapenda dan jajarannya telah berupaya melebihi target PAD dari sasaran awal yang ditentukan sebelumnya. Untuk itu ia pun berterima kasih kepada seluruh jajaran Bapenda Kutim.
“Ini menunjukkan bahwa ada kerja, tetapi itu saja kami rasa belum cukup. Mungkin ada sumber-sumber yang tidak kami lihat dapat digali. Sehingga bisa menjadi sumber PAD,” terang Ismu.
Saat ini, sambung Ismu, masih banyak pungutan yang mestinya diserahkan ke daerah tetapi dikelola oleh Pemerintah Pusat. Seperti sektor PBB Pertambangan, Perkebunan dan Kehutanan, yang notabene hasilnya bukan ke daerah melainkan dikelola Pemerintah Pusat. Seandainya, ketiga PBB ini diserahkan ke daerah, maka Ismu meyakini hasilnya akan cukup menambah PAD Kutim.
“Paling tidak dari kajian ini kita mendapatkan masukan-masukan, (tentang) bagaimana nantinya upaya kita untuk intensifikasi dan ekstensifikasi PAD kita. Pengkajian dari Universitas merdeka bukan hanya resort saja yang kita ambil, mungkin dilihat bagaimana SDM-nya dalam rangka upaya peningkatan PAD. Seperti, (pajak) tenaga Kerja Asing (TKA), alat-alat berat yang beroperasi di Kutim, serta hasil laut yang dibawa keluar Kutim,” sebut Ismu.
Wabup H Kasmidi Bulang menambahkan ada beberapa sektor yang belum dimaksimalkan guna menambah PAD. Seperti sektor pariwisata yang belum mendapatkan sentuhan maksimal. Selain itu Kutim masih punya potensi wilayah, seperti kelautan dan perikanan.
“Pariwisata kita tidak kalah dengan daerah lain. Seperti gunung, hutan dan laut. Bahkan pesona bawah laut kita juga punya. Dari kajian ini, kita berharap ada masukan dari sisi mana saja, sehingga PAD kita bisa menopang pembangunan Kutim atau menjadi APBD Kutim,” jelasnya.
Sedangkan Sekretaris Kabupaten Irawansyah mengatakan, Kutim punya potensi pendapatan lain. Karena memiliki beberapa pelabuhan dengan aktivitas operasional kapal-kapal yang memuat batu bara dan bahan baku. Seperti CPO (crude palm oil). Namun dia masih belum memastikan apakah potensi dimaksud dapat dikelola daerah atau tidak. (hms15/hms3)