SANGATTA- Upaya penanggulangan HIV/AIDS di Kabupaten Kutai Timur (Kutim) terus dilakukan berkesinambungan oleh Komisi Penanggulangan AIDS Daerah (KPAD) Kutim. Selain sosialisasi, KPAD Kutim juga eksis melaksanakan program pendampingan kepada ODHA (Orang Dengan HIV AIDS).
Sekretaris KPAD Kutim Harmadji Partodarsono mewakili Ketua KPAD Kutim H Kasmidi Bulang menjelaskan tentang kebijakan KPAD Kutim dalam menanggulangi penyebaran HIV/AIDS yang ada di Kutim. Saat ini, katanya, penyuluh dan stakeholder yang ada sudah mengetahui kebijakan KPAD. Hanya saja bahan informasi yang disampaikan kepada masyarakat mesti mendetail. Harus dijelaskan lebih spesifik agar masyarakat paham bagaimana mencegahnya dan seperti bermasyarakat dengan ODHA (Orang Dengan HIV AIDS).
“Hingga kini ada 309 ODHA yang masuk dalam program pendampingan KPAD Kutim,” kata Harmadji pada suatu acara sosialisasi dan diskusi penanggulangan HIV/AIDS yang berlangsung di Ruang Pelangi Hotel Royal Victoria, Sangatta Utara Senin (29/82022).

Selain diskusi, Harmadji juga memaparkan data kasus sejak 2006 sampai 2022 terkait kecamatan yang memiliki pasien HIV/AIDS. Yaitu Sangatta Utara 149, Muara wahau 55, Bengalon 29, Sangatta Selatan 25, Kongbeng 17, Kaliorang 7, Sangkulirang 5, Kaubun 5. Rantau Pulung 4, Sandaran 3, Telen 3, Teluk Pandan 3, Karangan 1, Busang 1, Muara Ancalong 1, Batu ampar 1, Long Mesangat 0, Muara Bengkal 0. Total ada 821 kasus penularan. Data dimaksud dipaparkan agar masyarakat semakin waspada terhadap penularan HIV/AIDS, sehingga meningkatkan upaya pencegahan dan penanggulangan.
Meski ODHA tetap bisa hidup bermasyarakat, tetap saja HIV/AIDS harus dicegah. Untuk itu dia mengimbau masyarakat agar memegang teguh norma agama, adat dan budaya ketimuran agar bisa menghindari budaya negatif sex bebas. Karena hal itu menjadi faktor utama penularan HIV/AIDS. Selain pemakaian narkoba dengan alat suntik yang dipakai bersama-sama.
Diskusi juga dilakukan untuk membahas persoalan penggunaan alat kontrasepsi dalam pencegahan HIV/AIDS. Meski penggunakan salah satu alat kontrasepsi diyakini menjadi sebuah solusi pencegahan HIV/AIDS, namun hal tersebut tetap menciptakan pro dan kontra di lingkungan masyarakat. Apalagi Indonesia memang memegang teguh adat ketimuran. Persoalan ini pun menjadi salah satu bahasan utama pada diskusi. Diskusi yang dilakukan kali ini terbagi menjadi empat kelompok. Dipisahkan antara tim pro dan tim kontra terkait penggunaan alat kontrasepsi sebagai alat pencegah penularan HIV/AIDS.

“Diskusi ini bukan untuk mencari siapa yang benar atau salah, tetapi untuk mengetahui apa dampak baik dan buruk penggunaan alat kontrasepsi (dalam upaya pencegahan HIV/AIDS). Serta menjawab stigma yang terjadi di masyarakat terkait penggunaan kondom (alat kontasepsi, red),” ucap Harmadji. (kopi12/kopi3)